Lihat ke Halaman Asli

Kasiani S.ST

Hanya Orang Biasa

Penurunan Angka Stunting, Antara Prioritas dan Ambang Batas #KompasianaDESA

Diperbarui: 12 Januari 2025   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dalam kegiatan Posyandu merupakan salah satu program strategis yang sering kali diusulkan oleh kader Posyandu maupun Bidan Desa. Tujuannya adalah memastikan asupan gizi tambahan bagi ibu hamil, balita, dan anak-anak yang menjadi kelompok rentan dalam masyarakat. Namun, di beberapa desa, pengalokasian anggaran untuk kegiatan ini kerap menjadi tantangan tersendiri.

Padahal, menurut Permendes No. 102 Tahun 2024, penurunan angka stunting telah ditetapkan sebagai prioritas utama dalam penggunaan Dana Desa pada tahun 2025. Dengan kata lain, kegiatan yang mendukung upaya penurunan angka stunting, termasuk PMT Posyandu, seharusnya mendapatkan perhatian dan pengutamaan dalam penyusunan anggaran desa.

PMT di Posyandu bukan hanya sekadar kegiatan tambahan. Program ini menjadi pendukung utama dalam pemenuhan gizi bagi kelompok rentan stunting, seperti:

  1. Balita: Pemberian makanan bergizi untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal.
  2. Ibu Hamil: Nutrisi tambahan untuk mencegah kekurangan gizi yang dapat memengaruhi perkembangan janin.
  3. Ibu Menyusui: Asupan tambahan untuk memastikan kualitas air susu ibu (ASI) tetap terjaga.

Kegiatan ini terbukti efektif membantu menurunkan prevalensi stunting dengan meningkatkan asupan gizi pada masa-masa krusial pertumbuhan anak.

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dalam kegiatan Posyandu merupakan langkah strategis dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak desa belum menjadikan program ini sebagai prioritas utama dalam penggunaan Dana Desa. Salah satu penyebab utama adalah tidak adanya ambang batas minimal yang jelas dalam penganggaran kegiatan terkait stunting.

Hal ini tentu menjadi ironi mengingat stunting memiliki dampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan kognitif dan produktivitas yang lebih rendah di masa depan.

Dalam Permendes No. 102 Tahun 2024, penurunan angka stunting telah ditetapkan sebagai prioritas utama penggunaan Dana Desa pada tahun 2025. Meskipun demikian, aturan ini tidak mengatur secara eksplisit mengenai persentase minimal alokasi anggaran untuk kegiatan penurunan stunting. Hal ini menimbulkan dua masalah utama:

  1. Minimnya Kepastian Anggaran

Tanpa ambang batas yang jelas, pemerintah desa cenderung mengalokasikan dana pada kegiatan lain, seperti pembangunan infrastruktur fisik. Kegiatan non-stunting dianggap lebih terukur dan memberikan dampak visual yang instan dibandingkan program gizi yang bersifat jangka panjang.

  1. Ruang Interpretasi yang Luas

Ketidakjelasan mengenai prioritas anggaran menyebabkan kegiatan seperti PMT sering dianggap cukup bila hanya mendapat alokasi minimal, tanpa memperhitungkan kebutuhan nyata di lapangan. Akibatnya, implementasi program stunting menjadi tidak maksimal.

Dampak Buruk dari Minimnya Alokasi Anggaran untuk PMT

  1. Tingginya Risiko Stunting Berlanjut

Penurunan angka stunting memerlukan intervensi yang konsisten, termasuk melalui pemberian asupan gizi tambahan bagi kelompok rentan. Dengan anggaran yang tidak memadai, cakupan dan kualitas program PMT akan terhambat, sehingga risiko stunting pada anak-anak tetap tinggi.

  1. Potensi Kesenjangan Antar Desa
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline