Lihat ke Halaman Asli

Memahami Dunia Remaja bagi Guru Itu Perlu

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Barangkali dunia remaja sudah tidak relevan lagi bagi saya. Perubahan umur membuat saya mengalami perubahan. Ketertarikan saya kepada sesuatu yang bersifat remaja sudah memudar. Saya tidak lagi tertarik dengan sinetron-sinetron remaja, program tv music show, novel remaja dan lain-lain yang dulu pernah saya suka. Saya sudah tidak lagi hafal nama-nama artis pendatang baru yang digemari remaja.
Namun sebagai guru SMP saya merasa perlu untuk mengenal dunia remaja lagi. Saya mulai belajar menghafal sinetron-sinetron remaja dan para aktrisnya. Saya menjadi mengerti bahwa Cherrybelle itu girlsband sedangkan JKT48 itu idol group, meskipun mereka sama-sama menari sambil menyanyi bukan menyanyi sambil menari. Karena aksi koreografinya lebih ditonjolkan daripada musikalitasnya. Bahkan, yang saya tidak bisa pahami, ada sekelompok remaja yang terlibat perdebatan sengit di dunia maya karena permasalahan idol group bukanlah girlsband biasa. Perdebatan ini terasa lebih penting dari perlu tidaknya mencabut subsidi BBM.
Saya jadi mengenal bahasa-bahasa atau istilah-istilah yang sedang ngetrend di kalangan remaja, yang tak jarang mereka gunakan di kelas. Istilah-istilah itu seringkali bermakna tidak seperti makna sebenarnya. "Modus", "famous", "Ok fix", "Woles" dan lain-lain yang perkembangannya sangat cepat seperti perkembangan teknologi informasi. Kata yang sedang ngetrend dipakai tiga bulan yang lalu bisa jadi terkesan jadul dan ketinggalan jaman bila digunakan sekarang.
Keuntungan dari memahami perkembangan dunia remaja bagi saya adalah bisa mendekatkan jarak psikologis antara saya dan anak didik saya. Terkadang ketika saya menggunakan istilah yang sedang ngetrend di kalangan mereka, mereka menjadi lebih antusias dan memberikan perhatian lebih kepada saya.
Ada sedikit pengalaman nyata:
Ketikasayamasukkedalamkelas 7 yangberisikanparamuridbaruuntukpertamakalinya, tentuterlebihdahulusayalakukanadalahperkenalan.
"Sudahtahunamasaya?" begitusayamemulaiperkenalan.
"Belum" jawabmerekaserempakdenganekspresiyangdatarminimantusiasme.
Namunbegitusayaambilspidoldanmenuliskansebuahkatadiwhiteboard: "ALIANDRO", ekspresimerekamulaidinamis. Sudahmulaiadakasak-kusukpenasarandikelas.
Aliandroadalahnamasalahsatuartispendatangbaruyangsedangngetrenkarenamenjadipemeranutamadisinetronyangsedangdigandrungiremaja (termasukanakSD): "Ganteng-GantengSrigala".
"Namasaya..." katasayasambilmenunjukkearahwhiteboarddanmenghirupnapasdalam-dalamuntukmeningkatkansuasanategangdanpenasaran.
"... Bukanini..." sambungsaya.
Suasanapunlangsunggerrr... Ketikamerekamenyadaritelahmasukperangkapsaya.
Setelahitumerekapunlebihantusiasmengikutisesiperkenalan.
Konsekuensinya,tidakjarangkalaudiluarjampelajaranmerekamenyapasayadengan "UstadzAliandro..."
Takapa, tohwajahsayadanaliandroitu 11-17.

kasfularifin.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline