Lihat ke Halaman Asli

kartosar

Menjadi istimewa itu membebani

Perbanyak Berkebun, Kurangi Berpolitik

Diperbarui: 23 Mei 2021   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: kartosar.wordpress.com

Saya memungut tanaman yang dibuang di tempat sampah. Philodendron Moonlight yang berdaun lebar itu sudah setengah mati. Satu daunnya rontok, satunya lagi akan rontok. Akarnya mulai kering. Seperti akan mati beberapa hari lagi. Saya merawatnya seperti tanaman baru. Sering disiram dan diberi pot besar. Kini sehat dan hijau.

Berkebun itu soal menanam, menghidupkan. Keindahan dan estetikanya sebuah nilai tambah. Tapi banyak orang berkebun hanya mementingkan efek estetika ini. Tanaman akan dibuang dan dibiarkan mati jika tidak indah lagi. Ia bukan lagi kehidupan, tapi seonggok sampah yang mengotori dan mengganggu. Meski begitu, mereka sudah menanam dan menghidupkan.

Di masa pandemi yang masih berlangsung ini memang banyak mencabut nyawa, tapi di sisi lain membantu kehidupan makhluk bumi lain. Selama pandemi, toko dan kebun penjual tanaman selalu ramai. Saya singgah di salah satunya. Pelayan sibuk menunjukkan apa yang dinginkan tamu.

Di sosial media, seorang wanita muda kantoran menunjukkan kiriman paket hidroponik yang baru datang di instastory-nya. Dia sangat girang.

Di beberapa negara, kebijakan-kebijakan tentang holtikultura dibuat oleh para pelobi dan politisi, bukan oleh komunitas yang bergerak di bidang pertanian. Makanya para pembuat keputusan publik dan politisi disarankan untuk berkebun. Berkebun mengajari orang untuk bersabar, dan memahami sifat alam.

Berkebun berarti memaknai kehidupan. Seperti kata Audrey Hepburn, menanam itu merencanakan masa depan. Berkebun menyembuhkan dan mendamaikan. Miyamoto Musashi yang di umur 13 tahun sudah bertarung dan membunuh berkata, lebih baik menjadi warrior di sebuah kebun daripada menjadi seorang tukang kebun dalam sebuah peperangan. Musashi di masa hidupnya juga merancang taman-taman ala Jepang yang indah.

Surga sering kali digambarkan sebagai sebuah taman. Bahkan arti harafiah surga pun adalah taman. Paradise berasal dari bahasa Persia kuno, Pardis, yang berarti taman (orchard). Surga dalam bahasia Tiongkok, Jepang, Arab digambarkan sebagai sebuah taman. Mungkin bahasa lain juga.

Kalau Anda politisi, cobalah berkebun. Kalau Anda bukan politis, mulailah berkebun, kurangi berpolitik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline