[caption id="attachment_381168" align="aligncenter" width="560" caption="Dok. Pribadi @Kasamago"][/caption]
Rabu dan Kamis, 28 dan 29 April 2015 lalu menjadi salah satu hari bersejarah, di kedua hari ini, dimulailah proyek pembongkaran perdana terhadap Gedung Soetedja, gedung yang memang telah lama divonis hukuman mati...
Saling bersebelahan, namun pergerakan zaman membedakan nasib keduanya.
Disisi kiri terdapat sebuah pasar tradisional yang selalu tergambar ramai disetiap pagi hingga siangnya sehingga menampakan denyut nadi kehidupan yang menghentakan manfaat bagi setiap manusia yang memanfaatkannya. Sedangkan disisi kanan, justru menjadi keberbalikannya. bagaikan sisi putih dan gelap, sebuah bangunan tua yang sempat menjadi ikon bersejarah telah bertahun tahun menghentikan detak jantung kehidupannya, menjadi seonggok benda mati minim perhatian dan terasa ditinggalkan oleh para penghuni kota hanya secuil pihak sajalah yang tetap memberikan pembelaannya terhadap nasib sang bangunan tua.
Sejarah Gedung Soetedja
Adalah gedung tua di tengah kota Purwokerto, hanya berjarak sekian puluh meter dari pusat pemerintah dan stasiun kereta api purwokerto. Diresmikan pertama kali oleh Bupati Purwokerto, Soekarno Agung pada tanggal 14 Maret 1970 sebagai Gedung Kesenian. Sebelum nya, Gedung ini sempat digunakan sebagai tempat pemutaran film atau bioskop bisu bernama Bioskop Indra. Nama Soetedja sendiri diambil dari seorang komponis kelahiran Banyumas yakni R Soetedja yang lahir 15 Oktober 1909 -hingga wafat diusia 51 tahun pada 21 April 1960.
Pada masa keemasannya, Gedung kesenian Soetedja rutin digunakan sebagai tempat pementasan seni, antara lain keroncong, pembacaan puisi, konser musik dan tempat berkumpul bagi para komunitas seni. Memasuki dekade 90an, lambat laun kemeriahan Gedung Soetedja merosot tajam, jarang digunakan, hanya sesekali disewa oleh pihak tertentu seperti SMP/SMA untuk acara konser perpisahan. Memasuki Tahun 2000 an kesini, seiring dengan bertumbuhnya Hotel-hotel dengan fasilitas Convention Center, Gedung Sekolah yang memiliki aula tersendiri, maka acara perpisahan sekolah, pentas seni dan lainnya lebih memilih menggunakan sarana-sarana terbaru ini.
[caption id="attachment_381170" align="aligncenter" width="600" caption="Dok. Pribadi @kasamago"]
[/caption]
Demi Modernisasi Pasar Tradisional
Pro dan kontra menggelayut tatkala pihak Pemerintah Kabupaten Banyumas memutuskan untuk melenyapkan Gedung Soetedja dari Peta Purwokerto, keputusan ini diambil karena Pemkab lebih mengutamakan Proyek modernisasi Pasar Manis yang berada di sebelah gedung. Lahan pasar yang semput, mengharuskan proyek renovasi total mengakuisisi lahan gedung soetedja agar rencana modernisasi dapat berjalan sempurna. Proyek Modernisasi Pasar Tradisional disamping Soetedja tergolong terlambat, dibeberapa tempat lain, Pasar Tradisional telah lebih dulu dirombak sehinggal lebih Eyecatching, modern dan luas sehingga dapat sesuai dengan selera perkembangan jaman.
Pasar yang lebih hidup ketimbang gedung tentu mampu memberikan kontribusi secara ekonomi bagi pemkab maupun pedagang, pihak kontra penghancuran Gedung yang sebagian besar terdiri dari seniman lokal, sejarawan dan publik yang simpatik seperti tak mampu memberikan solusi ketika ditantang Pemkab bagaimana menghidupkan kembali Gedung Soetedja sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi Pemerintah dan masyarakat. Melihat Kota Satria yang lebih ramai disebut sebagai kota kuliner dan pendidikan, rasanya perlu perjuangan extra untuk menghidupkan kembali kemegahan Gedung Kesenian Soetedja sebagai pusat seluruh pergerakan kesenian dan budaya tradisional maupun modern.