Lihat ke Halaman Asli

Dwi Okta Nugraha

Blogger gado-gado Medioker di http://www.kasamago.com | dwioktanugroho.wordpress.com | twitter: @kasamago

The Mighty Russia, Perang Dingin Baru di Ukraina dan Semenanjung Crimea

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="290" caption="theguardian.com"][/caption]

Apa yang kini tengah terjadi di negara Ukraina adalah bentuk dari perang memperebutkan pengaruh antara Uni Eropa dan Rusia/Eurasian Union terhadap Ukraina. Keduanya memiliki kepentingan strategis dengan Ukraina, disisi Rusia, Ukraina adalah mantan saudara lamanya sebagai ex anggota Uni Soviet disamping posisi nya yang sangat krusial sebagai negara penyangga (Buffer Zone) Rusia. Federasi Rusia dibawah komando Vladimir Putin tengah gencar membangun kembali kekuatan adidaya nya, diantaranya adalah merangkul seluruh negara ex Soviet dalam balutan kekuatan baru yang disebut Eurasian Union, Blok tandingan Uni Eropa. Sedang bagi Uni Eropa, secara politik dan militer, bergabungnya Ukraina dapat membantu membendung dan melemahkan pengaruh Rusia di benua Eropa. Disektor ekonomi tentu ingin mendayagunakan potensi Ukraina dalam memulihkan krisis ekonomi di Uni Eropa.

Perlawanan Rusia

Dibawah Presiden Viktor Yanukovych yang lebih condong ke Rusia, Ukraina sudah memilih untuk bergabung ke pelukan Rusia, setelah sebelumnya Rusia mengimingi Ukraina dengan bantuan ekonomi senile 5 triliun, gas murah dan sebagainya. UE yang tak ingin dipermalukan Rusia bergerak cepat dengan cara apapun untuk menggagalkan keputusan Presiden Viktor, Tak berselang lama, terjadi demonstrasi besar besaran dan kerusuhan di Ukraina terutama wilayah Barat dan Utara yang lebih pro Uni Eropa. European Strike Back berhasil, Presiden Viktor terguling dan pemerintahan dikuasai oleh kubu yang didukung Barat. Mencium hal ini Putin langsung bereaksi cepat dan keras, seperti tak ingin lagi gagal dihadapan Barat. 1/2 kekuatan militer Rusia dikerahkan disepanjang perbatasan dengan Ukraina, 150 ribu tentara, 90 Pesawat Tempur, 880 Tank , 80 Kapal Perang dan ribuan artilery, pergelaran kekuatan  dengan jumlah yang fantastis, Presiden Putin benar-benar serius.

Selain militer, Rusia pun melancarkan serangan balasan dengan mendukung demonstrasi Pro Rusia di wiliayah Ukraina Timur dan wilayah otonom semenanjung Crimea.  Khusus Crimea, Rusia sangat over protective, tak lain karena disini berdiri kota Sebastopol yang menjadi pangkalan Armada Laut Hitam Rusia. Dengan gerakan kilat, pasukan Rusia langsung menduduki lokasi-lokasi strategis di Crimea, seperti Bandara dan Pangkalan anti misil AU Ukraina. Semenanjung Crimea adalah wilayah otonom Ukraina yang berada disisi utara pantai Laut Hitam, dihuni oleh 2 juta penduduk, etnis Rusia mendominasi 60% total populasi, sisanya 25% etnis Ukraina dan 12% etnis Tatars Crimea. Pemimpin Crimea dan sebagian besar penduduk memberikan dukungan pada Rusia dan berpotensi berdiri menjadi negara tersendiri, lepas dari Ukraina. Apa yang terjadi di perbatasan Ukraina-Rusia, Semenanjung Crimea, Dukungan wilayah Ukraina Timur dan Selatan cukup membuat pemimpin sementara Ukraina, Oleksandr Turchynov pun dan segera meminta Rusia menghentikan tindakan provokasi ini dan bila diteruskan akan menganggap tindakan ini sebagai sebuah Agresi.

Pecah Perang?

Adanya potensi  Perang Saudara antara kubu Ukraina Barat dan Ukraina Timur sangat bisa terjadi. Yang menjadi perhatian selanjutnya adalah Berani dan Mampukah Ukraina pro Barat saat ini menyatakan perang terhadap Rusia? Apakah Uni Eropa atau NATO akan ikut campur dan membantu Ukraina secara politik dan militer langsung? Bila opsi pertama dilakukan Ukraina, maka dapat dipastikan perang konvensional akan meletus. Kondisi intern Ukraina pasca kerusuhan dan unstabil sangat rawan untuk memenangkan perang dengan Rusia, belum bentrokan dengan kubu Ukraina Pro Rusia yang dikhawatirkan Ukraina dapat terpecah seperti yang dialami Georgia. Jika UE/NATO turut bermain langsung, head to head dua kekuatan besar tak dapat dielakan, Perang Dingin dapat berubah menjadi Perang Dunia III. UE yang tengah terpuruk dan sangat tergantung dengan pasokan Gas Rusia dapat semakin cepat menuju ambang kehancuran, dan Rusia yang tengah tumbuh pun dapat mengganggu seluruh rencana besarnya.

Setelah terdepak dari Kiev, Presiden Viktor diperkirakan mengungsi ke Rusia untuk menghindari aksi penangkapan dirinya atas dugaan penembakan para demonstran. Dipihak lain, tergulingnya Viktor membuat rivalnya, Yulia Tymoshenko menghirup udara bebas, membuktikan bahwa prahara Ukraina adalah sebuah perang Asimetris, perang untuk menggulingkan suatu pemerintahan sah. Last, Apakah Perang Asimetris di Ukraina dapat menjadi sebuah Perang Simetris (Konvensional)? Will see it, menghadapi Rusia, tentunya UE dan AS tak berani bertindak gegabah dengan langsung mengirimkan pasukan militernya.

| Kasamago

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline