Saat aku mulai memejamkan mata dengan simbol kepura-puraan,
maka itu adalah kebohongan untuk memancing respon muara kasihmu,
kadang ku bisikkan cahay pada kulit putihmu,
menyongsong sekujur tubuh
menerka dengan sebilah tangan implisit
narasiku berhasil meraih kulit
dengan beberapa waktu dan detik, akupun menghela nafas panjang,
ini menjalar ke bagian intim kulitmu,
disanalah ketenangan dan ketenangan dimulai,
tak peduli malaikat mengintai atau justru kita yang lunglai,
Tragedi
dari dingin menjadi hangat,
dari biasa menajdi keringat,
dari normal menjadi brutal,
dari lirih menjadi meronta nikmat
disela-sela kau menyematkan waktu untuk bertanya
"apakah ini kenikmatan dosa?"
lantas aku menjawab,
dosa adalah alibi Tuhan agar kita tak berdusta, Sebab
kita terlahir untuk menjadi manusia tersistemati,
meraih ini semua adalah hadiah untuk kita.
Harus kau menangis, tersedih, dan termenung saat ku
"muncratkan kekentalan putih di ketiak intimmu"
untuk mengerti siapa manusia,
menyesallah maka kupercepat,
merintihlah maka kuperlambat,
dan menangislah maka ku pastikan kau meminta.
karena hari esok kita akan ukir kembali surga yang tak diragukan lagi
untuk sekian kali demi SURGAWI.
Salam
Rizki Subbeh
Jember, 19-03-2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H