Prabowo Kambing Hitam Pergantian Rezim 1998
KONTROVERSI
Artikel ini diterjemahkan dari laporan investigasi yang ditulis Majalah Asiaweek Vo. 26/No. 8, 3 Maret 2000. Membaca artikel ini kita akan diantarkan oleh Tesoro kepada konstruksi fakta-fakta yang berbeda dengan stigma yang melekat pada berbagai peristiwa pada 1998.
Satu pertanyaan yang akan selalu terlontar ketika membahas tragedi 1998 di Indonesia adalah: benarkah Prabowo adalah dalang yang sebenarnya?
Pada malam hari tanggal 21 Mei 1998, kisah itu dimulai. Lusinan tentara bersiap siaga di sekitar Istana Merdeka Jakarta dan kediaman B.J. Habibie di pinggir kota. Habibie, kurang dari 24 jam sebelumnya telah menjadi presiden Indonesia ketiga. Komandan dari pasukan ini adalah Letnan Jenderal Prabowo Subianto yang dikenal brutal.
Seminggu sebelunmya, dia telah menyusun kekuatan terselubung pada pertemuan yang diselenggarakannya diam-diam---operasi-operasi pasukan khusus, preman jalanan, dan kekuatan muslim radikal---yang bertugas membunuh, membakar, memerkosa, merampok dan menyebarkan kebencian antar-ras di jantung kota Jakarta.
Tujuannya: untuk merusak nama saingannya, Panglima ABRI Jenderal Wiranto, dan memaksa mertuanya, Soeharto untuk menjadikannya sebagai panglima angkatan bersenjata. Selangkah kemudian, di puncak kekacauan itu, dia akan menjadi presiden.
Pengunduran diri Soeharto yang terlalu dini sebagai presiden menggagalkan ambisi-ambisi Prabowo. Maka, dia melampiaskan kemarahannya pada Habibie. Malapetaka bagi Indonesia, dan mimpi bu-ruk bagi Asia Tenggara, mungkin akan terjadi, jika tidak datang sebuah perintah dari Wiranto untuk membebas-tugaskan jenderal yang berbahaya dan di luar kontrol itu dari posisinya sebagai Pangkostrad.
Dengan marah sekali, Prabowo membawa tentaranya ke halaman istana dan mencoba mengepungnya, lalu dengan menyandang senjata memasuki ruang kerja Habibie.
Tetapi akhirnya dia dapat dikalahkan. Usaha kudetanya ini adalah puncak dari drama sepuluh hari di sekitar jatuhnya Soeharto, pemimpin Indonesia selama tiga dekade.
Masalahnya, tidak semua rincian kejadian itu benar adanya, bahkan mungkin tak ada yang benar.
Yang pertama adalah tentang apa yang dilakukan Prabowo. "Saya tak pernah mengancam Habibie," katanya. Apakah Prabowo merencanakan kerusuhan Mei untuk melawan etnik Cina di Indonesia sebagai jalan menjatuhkan Wiranto atau Soeharto? "Saya tidak berada di belakang kerusuhan-kerusuhan itu. Itu adalah kebohongan besar," dia menjawab dengan sungguh-sungguh. "Saya tidak pernah mengkhianati Habibie, saya tidak pernah mengkhianati negara."
Prabowo bukan orang suci. Selama 24 tahun, dia menjadi anggota militer Indonesia yang setia mengikuti perintah Presiden. Dia telah membangun pasukan khusus yang elit, Kopassus, untuk melawan pemberontakan dan terorisme di dalam negeri. Prabowo juga telah menikahi putri kedua Soeharto dan menikmati kekayaan, kekuatan, dan kebebasan dari pertanggungjawaban hukum yang dinikmati oleh The First Family. Dia mengaku menculik sembilan aktivis pada awal 1998, beberapa di antaranya disiksa. Sekitar 12 orang lainnya yang diyakini telah diculik pada operasi yang sama, hingga kini tak ada kabarnya.