Suku Dayak adalah salah satu suku yang ada di Kalimantan Barat. Disebut sebagai suku asli Kalimantan barat dikarenakan pada sensus 2010 populasi orang Dayak sebanyak 34,93%. Sampai sekarang suku Dayak tersebut masih ada dan tinggal di pedalaman.
Mereka hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Kita masih bisa menjumpai orang Dayak di kabupaten Ketapang, Sanggau, Melawi dan Landak. Suku Dayak masih mempercayai kekuatan Spiritual. kepercayaan asli mereka adalah " Kaharingan " yang berarti tumbuh dan hidup, namun ada juga yang memegang kepercayaan Kristen,Katolik, agama nenek moyang, bahkan Islam tapi sangat minim sekali. Adanya ajaran Nenek Moyang yang masih kental , membuat mereka memiliki pegangan kuat dan dijadikan pedoman untuk menjalani kehidupan. Banyak sekali kebudayaan-kebudayaan seperti upacara adat, ritual dan hukum adat yang masih mereka gunakan dan akan diwariskan kepada keturunannya kelak.
Dari keberagaman budaya tersebut ada budaya yang sangat istimewa ,yaitu wajib bagi mereka suku Dayak untuk memelihara babi. Untuk apa?. Jadi Babi bagi masyarakat Dayak memiliki banyak kegunaan seperti untuk diternak persiapan biaya anak sekolah,kepentingan hukum adat, ritual, pesta perkawinan,syukuran pembangunan rumah, dan masih banyak lagi.
Suku Dayak memelihara Babi dengan cara di dilepas bebas atau diberikan kandang dari papan. Bagi babi yang dilepas kandang maka akan ditandai dengan memotong ekornya atau membuat garis dan lubang di telinga agar pemilik ingat dengan babi-babi mereka. Untuk yang dibuatkan kandang, kandang tersebut dibangun di bawah rumah mereka karena desain rumah seperti rumah panggung yang memiliki tempat tepat di bawah rumah mereka.
Rumah-rumah mereka masih dibangun dengan bahan baku papan sebagai alasnya, tapi ada juga yang membuat kandang di belakang rumah mereka karena belakang rumah mereka masih pepohonan. Babi tersebut diberi makan pada waktu pagi dan sore berupa singkong, batang pisang, dan daun keladi. Pemiliknya akan menunggui babi itu makan, sambil memegang tongkat di tangannya guna untuk mengusir babi-babi lain yang bukan miliknya dan untuk memukul babi yang rakus karena tidak mau berbagi.
Selain untuk di ternak, babi juga digunakan untuk Ritual adat Dayak yang bertujuan untuk melihat masa depan dan memperoleh kekuatan magis menurut kepercayaan mereka. Lalu ada upacara adat seperti pernikahan dan sunatan yang menyembelih babi sebagai perayaan dan hidangan utama untuk disuguhkan kepada tamu. Ada juga sebagai pengobatan, menyembelih babi adalah usaha mereka agar cepat karena babi tersebut disembelih sebagai persembahan kepada kepercayaan mereka, dan kematian seseorang, menyembelih babi sebagai bentuk penghormatan kepada roh dan keluarga yang ditinggalkan.
Hukum adat bagi suku Dayak juga masih berlaku seperti UUD. Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan mengikat berdasarkan hukum adat istiadat nya. Hukum adat wajib dipatuhi dan apabila dilanggar maka akan dikenai sanksi. Salah satu hukum adat Dayak Kalis yaitu Manyauti mataso adalah hukum ada yang melarang seseorang berbuat zina sampai membuatnya hamil.
Jika itu dilanggar maka akan dijatuhi hukum adat berupa menyembelih satu babi, satu ayam, beras dan berbagai sesaji sebagai persembahan perdamaian kepada roh nenek moyang agar tidak murka. Masih banyak sekali hukum adat yang masih diterapkan oleh suku Dayak sampai sekarang dengan menyembelih babi sebagai persembahannya. Oleh karena itu hukum memelihara babi bagi suku Dayak itu wajib, dari mulai mencari nafkah, hubungan, hidup dan mati mereka, babi dijadikan sebagai syarat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Namun sangat disayangkan, bahwa banyak masyarakat luar menilai negatif mengenai kebudayaan-kebudayan suku Dayak ini, hanya karena menggunakan babi sebagai bahan persembahan. Padahal kebudayaan ini sama dengan budaya-budaya suku lainnya, yang membedakan adalah mereka telah terdoktrin terlebih dahulu bahwa apa saja yang berhubungan dengan babi itu tidak baik. Karena perbedaan pola pikir inilah menyebabkan kesalahpahaman dan etnosentrisme (menganggap sukunya sendiri lebih baik dari suku yang lain) sering terjadi. Maka dari itu janganlah mudah mengambil kesimpulan terhadap sesuatu yang belum kita tahu pastinya, mulailah menjunjung toleransi antar budaya supaya tercipta kedamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H