Beberapa tanah eks Perkebunan yang dahulunya dikelola oleh masyarakat dan diberikan hak pengelolaannya oleh negara melalui hak guna usaha, seiring berjalannya waktu dan dinamika perkembangan politik dan sosial di tanah air terjadi adanya okupansi atau penguasaan hak pengelolaan oleh negara melalui tentara nasional selaku panglima perang pada saat itu. Lahan lahan yang berlokasi di Jawa Tengah misalnya seperti Perkebunan Carui, Perkebunan Darmakradenan, Perkebunan Samudra, Perkebunan Cluwak, Perkebunan Medini, Perkebunan Jatipablengan, Perkebunan Kaligintung dan Perkebunan Kemuning semuanya berada dilokasi Jawa Tengah. Dimana Perkebunan tersebut sebelumnya ditanami tanaman produktif seperti coklat, karet, dan teh kini keberadaanya sudah tidak terawat karena komoditas tersebut tidak terkelola dengan baik dan kalah bersaing dengan pasar global. Sehingga kondisi lahan ada yang menjadi puso dan manajemen pun meninggalkan berbagai permasalahan mulai terabaikannya perpanjangan hak guna usaha sebagai landasan legalitas dan meninggalkan kewajiban perpajakan baik pajak PBB hingga jenis pajak lain yang besar nilainya.
Berlatar belakang penguasaan hasil okupansi, lahan tersebut hingga pada saat ini masih menyisakan berbagai persoalan seperti konflik lahan dengan masyarakat sekitar maupun di internal perusahaan. Persoalan di internal Perusahaan terjadi karena adanya konflik kepentingan sesaat yang mengabaikan prinsip prinsip berusaha. Sehingga timbul gugatan atas pertanggunganjawaban selama pengelolaan lahan. Di lain pihak ingin menerapkan tata Kelola Perusahaan mulai dari keterbukaan informasi, proses pengambilan keputusan, pertanggungjawaban pengelola perusahaan kepada pemegang saham dan pihak terkait. Persoalan diluar perusahaan konflik yang terjadi dengan masyarakat terkait historis kepemilikan lahan garapan dalam lingkup masyarakat sekitar.
Hadirnya reforma agraria yang diluncurkan oleh pemerintah merupakan program yang bertujuan memperbaiki struktur kepemilikan dan penggunaan baik lahan pertanian dan Perkebunan. Bisa diharapkan mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan dan mengoptimalkan penggunaan lahan untuk menghasilkan tanaman tanaman produktif untuk menopang ketahanan pangan. Hadirnya Badan Bank Tanah sebagai instrument untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat bidang pertanahan merupakan tindak lanjut dari reforma agraria digagas sejak pemerintahan Jokowi-JK lalu.
Badan Bank Tanah sebaiknya jemput bola disamping menjalankan instruksi dan tugas tugas dari Pimpinan dapat melakukan sinergi dengan berbagai stakeholders seperti pemerintah daerah, kementrian ATR/BPN hingga PUPR. Juga diharapkan mengikuti konflik konflik dimasyarakat terkait sengketa tanah dan mafia tanah yang sering muncul dalam pemberitaan.
Hampir Sebagian besar lahan bekas okupansi mengalami kendala manajerial kelangsungan usaha hingga meninggalkan tunggakan kewajiban perpajakan kepada negara. Giatnya lembaga perpajakan menghimpun pendapatan negara berimbas pada penagihan tunggakan pajak yang seharusnya sudah jatuh tempo tetapi belum ada pembayaran. Langkah pemlokiran rekening perusahaan hingga rekening pribadi jajaran para direksi menjadi ikut di blokir. Dari permasalahan ini negara melaui Badan Bank Tanah dapat mengambil alih peran pengelolaan bilamana para pemegang hak guna usaha sudah tidak dapat meneruskan usahanya maupun memperpanjang perijinan usahanya. Untuk lebih dapat dimanfaatkan kepada pihak yang siap menginvestasikan dalam pengelolaan lahan.
Sengketa pemanfaatan lahan cukup menguras energi dan memakan waktu yang lama sebagai contoh salah satu sengketa pada obyek di Desa Karangreja Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap yaitu kelompok tani Mangku Bumi bersengketa pada lahan yang berasal dari tukar guling masuk dalam luasan lahan okupansi. Upaya meraih Kembali pengakuan hak oleh negara sedang diperjuangkan oleh para petani.
Guna memperkuat peran negara terkait pertanahan maka Badan Bank Tanah perlu didorong untuk lebih berakselerasi karena tanah sebagai kekayaan alam yang strategis, penggunaan untuk kepentingan rakyat dan perlindungan hak hak Masyarakat. Tugas tambahan yang dapat dilakukan adalah inventarisasi lahan lahan yang luas dan yang telah diterbitkan HGU namun dalam masa habis tidak dilakukan upaya perpanjangan. Serta monitoring dan berperan aktif dalam memsupervisi konflik sengketa lahan yang terjadi di Masyarakat. Sebagai tangan panjang pemerintah maka Bank Tanah dapat mengatur penggunaan tanah, menyediakan tanah untuk kepentingan umum, melindungi hak masyarakat dan mengelola sumber daya alam serta dapat mengurangi konflik lahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H