Lihat ke Halaman Asli

Dakwah dan Kesantunan

Diperbarui: 21 Januari 2022   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

republika

 

Beberapa minggu ini kita dipenuhi dengan polemik soal pria yang membuang sajen di gunung Semeru. Tindakan yang dilakukan oleh pria yang kemudian diketahui berasal dari Lombok tapi bermukim di Yogya ini mengundang reaksi banyak pihak karena dianggap tidak menghargai keyakinan setempat yang masih banyak mengikuti aliran kepercayaan dan sebagian merupakan agama Hindu.

Apayang dilakukan oleh penduduk setempat yang menganut aliran kepercayaan dan agama Hindu dengan mempersembahkan sesaji untuk " yang menjaga " gunung adalh sebuah kebenaran dalam aliran kepercayaan dan agamanya. Sehingga riskan jika ritual itu dirusak atau dibongkar oleh pihak lain yang beragama atau beraliran lain.

Dalam hal ini himbauan dari HF (Pelaku pembuang sesaji di Semeru) bahwa sesaji tidak dibenarkan dalam agama yang dia anut, juga adalah benar adanya, karena agama Islam memang tidak memperkenankan sesaji dll.  Tetapi tidakan yang merusak dan membuang sesaji adalah salah di mata relasi sosial.

Bahkan seorang cendikiawan dan ulama besar Islam di Indonesia yaitu Professor Quraish Shihab juga bereaksi terhadap tindakan HF. Dalam media sosial milik anaknya yaitu Najwa Shihab, professor ini mengatakan bahwa  "Jangan memaki sembahan-sembahan orang-orang yang menyembah selain Allah, memaki saja tidak boleh apalagi menendang," jelas Prof Quraish Shihab.

Lebih lanjut professor ini mengatakan bahwa menghormati bukan berarti kita setuju, karena itu adalah adat dan kepercayaan pihak yang lain dan itu layak  kita hormati bersama. Karena itu tindakan HF yang sejatinya adalah dakwah adalah salah tempat dan momentum.

Dakwah seharusnya santun dan menghomati keragaman dan kearifan lokal. Dakwah sendiri punya esensi untuk mengajak dan bukan menginjak. Kita bisa melihat fenomena ini pada penyebaran agama Islam di tanah Jawa oleh Wali Songo. Para wali tidak pernah merusak kepercayaan masyarakat lokal dengan agama yang dipercayai oleh para wali dengan semena-mena.

Justru mereka masuk dengan santun dan tetap menghargai budaya lokal, seperti wayang dan ritual lainnya. Dan itu berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Kita bisa melihat sekarang Islam yang masuk secara santun itu bisa berkembang dengan sangat baik.

Karena itu hindarilah kekerasan dan sikap yang tidak simpatik dalam dakwah, karena itu akan membuat dakwah kita cemar.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline