Lihat ke Halaman Asli

Karena Ganti Handphone Itu Enggak Penting-penting Amat

Diperbarui: 1 Desember 2016   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ‘ngiler’ smartphone baru. (credit: dailymail.co.uk)

Gadget baru setiap hari muncul dari seluruh dunia. Satu hal yang tidak disadari semua orang bahwa sebenarnya gadget hanyalah sebuah simbol status seseorang. Itu artinya kita terhasut oleh kemilau objek baru yang muncul dari tebaran iklan-iklan di berbagai media. Beberapa waktu lalu media sosial media khususnya yang membahas tentang teknologi, dibanjiri oleh topik tentang kedatangan produk-produk anyar dari smartphone.

Sudah banyak pula media, blogger, YouTuber yang mempromosikan kecanggihan gadget-gadget tersebut, mulai dari artikel sampai ulasannya berupa video. Saya tak bisa memungkiri, betapa menyenangkan menyaksikan aksi para YouTuber atau jurnalis teknologi yang sangat lihai menyajikan ulasan mereka mengenai suatu perangkat teknologi untuk audiensnya. 

Gadget anyar memang selalu manis. Tapi di balik kepuasan yang kita rasakan saat mampu membeli gadget baru, ada dampak terhadap beberapa hal berikut ini:

1. Lingkungan

Electronic waste. (credit: aljazeera.com)

Semua orang pengguna gadget masa kini mungkin sudah mengerti adanya isu sampah elektronik (electronic waste) yang mengkhawatirkan. Vendor bisa saja mengangkat isu hijau ini, seperti menjual produk refurbished (rekondisi). Tetapi to be fair, itu hanyalah untuk kepentingan bisnis. Mungkin bisa dibilang semacam bisnis sampingan, karena bagaimana pun juga fokus utama mereka menjual produk flagship sebanyak-banyaknya.

Menurut pandangan saya sebagai konsumen, apakah ada orang yang mau membeli produk refurbished? Bahkan vendor kenamaan sekelas Apple yang menjual rekondisi iPhone 4 atau iPhone 5s, banyak yang sanksi dengan produk maupun garansinya.

Ketika rekondisi bukan solusi, jadi ke manakah semua sampah elektronik?

Menurut data dari UN Environment Programme (UNEP), sampah elektronik dunia mencapai 41,8 juta ton pada 2014, setara dengan 1,15 juta truk berat yang ditumpuk bersama-sama. Volume sampah meningkat drastis dari 2013 yang hanya sekira 39,8 juta ton. Diperkirakan mencapai 50 juta ton pada 2017.

Negara di Afrika dan Asia adalah target utama ekspor sampah elektronik, baik untuk tempat pembuangan akhir atau sebagai bahan baku perangkat daur ulang. Di Afrika ada negara Ghana, Nigeria, Pantai Gading, Kongo, sedangkan di Asia ada China, Hong Kong, Pakistan, India, Bangladesh, dan Vietnam. Ini pun tidak menutup kemungkinan sampah elektronik tersebut masuk ke Indonesia, pasalnya di negara kita terdapat ratusan pelabuhan tikus

2. Buruh dan Pekerja di Bawah Umur

Rianto, bocah 12 tahun yang ditemukan sebagai salah satu penggali timah di Bangka. (credit: bbc.com)

Konon,ada pekerja-pekerja di bawah umur yang berada di balik manisnya teknologi terbaru itu. Buruh dalam hal ini bukan para pekerja di pabrik, karena regulasi di negara manapun sudah jelas melarang anak-anak masuk ke dunia kerja tersebut.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline