Lihat ke Halaman Asli

Persaingan Ketat Masuk Perguruan Tinggi Negeri, Mengejar Mimpi atau Gengsi?

Diperbarui: 15 Juni 2023   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan Layar Google (Dokpri)

Menjadi mahasiswa di perguruan tinggi negeri top di Indonesia merupakan impian siswa - siswi SMA di seluruh penjuru negeri. Untuk mendapat kesempatan menuntut ilmu di perguruan tinggi top di Indonesia, tentu saja diperlukan kesiapan yang matang. Banyak dari mereka yang sudah merencanakan untuk bisa masuk ke kampus impian sejak duduk di kelas satu sekolah menengah atas. Persiapan tersebut tentunya memakan biaya yang tidak sedikit, sebut saja satu lembaga bimbingan belajar yang namanya cukup harum karena banyak dari siswanya yang lolos seleksi masuk perguruan tinggi top di Indonesia. Total biaya bimbingan belajar selama satu tahun ajaran bisa mencapai 10-12 juta. Selain dukungan external, banyak juga siswa - siswi yang melakukan ibadah khusus hanya untuk meminta agar lolos seleksi masuk perguruan tinggi negeri. 

Namun, tidak semua siswa - siswi calon mahasiswa tersebut melakukan usaha yang positif, tak jarang pula ditemukan calon mahasiswa yang tertangkap basah melakukan cara curang saat melakukan tes ujian masuk perguruan tinggi negeri. Dari mulai membawa alat komunikasi saat melaksanakan ujian sampai dengan transaksi suap menyuap kepada ‘orang dalam’. Tabiat buruk ini sudah seharusnya ditiadakan, mengingat cara - cara curang tersebut tidak selaras dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat. 

Adanya tindakan - tindakan curang pada pelaksanaan seleksi masuk perguruan tinggi tersebut mengindikasikan adanya kecacatan dalam pola pikir bahwa harus kuliah di universitas yang diinginkan bagaimanapun caranya. Apabila tidak dibimbing dan diolah dengan baik, pola pikir tersebut akan menjerumuskan calon mahasiswa untuk melakukan segala cara hanya demi lolos seleksi tanpa mengedepankan integritas. Untuk itu, peran orang tua sangat diperlukan untuk mendukung mimpi dan tidak memaksakan kemauan si anak yang akan menjalani perkuliahan. Calon mahasiswa yang akan menjadi penerus bangsa seharusnya dibimbing dan diarahkan untuk mengejar mimpi dengan tetap mengutamakan integritas. Stereotype masyarakat terhadap keberadaan kampus top 3 di Indonesia juga seharusnya tidak  dibiarkan menjadi opini liar yang akhirnya menimbulkan tekanan pada calon mahasiswa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline