Solo, Jawa Tengah--Pusat Grosir Solo (PGS) menjadi salah satu pusat perbelanjaan oleh-oleh busana terbesar yang berada di titik tengah Kota Solo. Hampir tak pernah sepi pengunjung, kendaraan bermotor yang parkir sering kali membludak di gazebo seberang pintu utama. Setiap lantai pun, mulai dari basemen, lantai dasar, lantai 1, hingga lantai 2 tidak habis-habisnya dikerumuni pembeli, atau sekadar pendatang yang masih bingung mencari oleh-oleh kesukaan. Ya, kondisi itu dirasakan jauh sebelum meluasnya Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 silam.
Kini, suasana yang berubah terlihat sangat signifikan. Memasuki pintu utama, tempat parkir, hingga lorong-lorong cenderung kosong. Keadaan pandemi mengubah pergerakan aktivitas masyarakat, khususnya di tempat perbelanjaan. PGS pada November 2021 bukan hanya sekadar sepi pengunjung, melainkan juga terlihat banyak kios yang telah tutup. Kondisi ini menambah keyakinan tiap orang untuk menyatakan bahwa keadaan benar-benar sedang terpuruk karena masa pandemi.
Melewati hampir lebih dari tiga minggu pasca pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, keadaan di PGS masih dirasa sama saja dengan hari-hari sebelumnya. Justru, pedagang pun belum melihat tanda-tanda adanya peningkatan pengunjung atau pembeli. Mereka merasakan bahwa pandemi secara perlahan dapat sangat berdampak pada kegiatan jual beli meskipun masih tergolong berada di kawasan pusat perbelanjaan.
Lokasinya yang tepat di pusat Kota Solo, PGS tidak seharusnya terlalu terdampak akan keadaan pandemi. Akan tetapi, masih sangat mudah dijangkau pun tetap tidak mengubah peningkatan pengunjung selama hampir dua tahun meluasnya Covid-19. Tentu berbeda, sebagai pengunjung yang paling tidak dua kali dalam setahun datang ke PGS, kondisi bisa dilihat secara drastis. Apalagi, sepinya keadaan tentu amat dirasakan dan berdampak pada sebagian pedagang kios-kios kecil yang berjajar.
"Sepi sekali. Saat ini masih sepi, dulu ramainya kalau masa liburan, seperti Desember atau masa lebaran. Kurang lebih ya selama pandemi ini, pendatang menurun drastis, apalagi pembeli. Kadang, mereka hanya melihat-lihat atau sekadar menawar saja. Susah banget mencari pembeli, apalagi di lantai satu yang jarang dilihat pengunjung," kata Endang, salah satu pegawai di PGS.
Mirisnya, dampak pandemi ini sampai menyebabkan beberapa kios pun tutup karena tidak mampu bayar uang sewa. Hal ini juga didukung oleh sepinya pengunjung dan pergerakan aktivitas yang belum seperti pada umumnya.
"Kios depan itu sudah tidak bisa bayar uang sewa lagi, akhirnya ya tutup. Ini juga sebenarnya karena masa Covid-19 yang bisa dilihat sepi sekali. Sabtu minggu juga tidak bisa diandalkan lagi akan ramai, nyatanya sampai sekarang belum banyak pembeli," lanjut Endang.
Tak berhenti sampai di situ, salah satu kios di PGS, Yanti Collection, mencoba mencari cara untuk melariskan dagangan meskipun secara nyatanya belum banyak pengunjung di kios. Dengan menawarkan ke pelanggan lama, kawan sekolah, hingga jaringan lain yang dapat dijangkau dicoba ditawari sejumlah produk dari Yanti Collection. Meskipun tidak sepenuhnya dipromosikan melalui media sosial, ia yakin akan adanya umpan balik positif bagi dagangannya.
"Kalau jualan online, saya tidak. Tapi ya dicoba untuk menghubungi pelanggan lama agar tetap punya koneksi penjualan. Kalau produk-produk yang dipajang ini kan saya buat sendiri, jahit sendiri, ada keluarga yang produksi, sedikit sisanya kita baru ambil lain tempat. Ini juga dapat berpengaruh untuk bisa menawarkan keunggulan produk sendiri," jelas Yanti, pemilik kios Yanti Collection.
Beberapa strategi yang dilakukan dianggap kurang berdampak penuh pada pemasukan pedagang. Ini bisa saja dipengaruhi oleh minat masyarakat yang turun karena semakin banyaknya media jual beli secara online. Tidak menyangkal, mereka diharuskan tetap bertahan di setiap keadaan.