Ada rasa yang sulit diungkapkan ketika orang terdekat -keluarga, pasangan, atau sahabat---membuat keputusan tanpa melibatkan kita. Mereka bilang, "Ini biasa saja," atau "Tidak perlu dibesar-besarkan." Tapi bagi kita, itu lebih dari sekadar hal biasa. Ada luka lama yang kembali terbuka, trauma yang diam-diam masih mengintai, dan bahwa perasaan kita tidak diperhitungkan.
Apakah ini berlebihan? Tentu tidak.
Trauma adalah memori yang tidak hanya tinggal di pikiran, tetapi juga dalam tubuh dan hati. Ketika suara kita dikesampingkan, bukan hanya ego yang terluka, tetapi juga keyakinan bahwa kita penting bagi orang-orang yang seharusnya memahami kita.
Trauma dan "Hal Biasa" yang Tidak Biasa
Orang sering menganggap trauma hanya sesuatu yang besar, seperti kecelakaan, kekerasan, atau kehilangan. Padahal, trauma bisa muncul dari pengalaman-pengalaman kecil yang terus-menerus menggerus kita.
Pernahkah Anda diabaikan saat kecil ketika ingin berbicara, dan itu membuat Anda merasa tak didengar hingga dewasa?
Atau, apakah Anda pernah mencoba menyampaikan pendapat, tetapi selalu dipotong oleh orang lain?
Trauma semacam ini mungkin tampak sepele bagi sebagian orang, tetapi bagi Anda, dampaknya seperti bom waktu. Jadi, ketika orang terdekat mengatakan, "Ini keputusan kecil, kenapa harus ribet?" mereka tidak tahu bahwa itu bukan hanya tentang keputusan itu sendiri, tetapi tentang luka yang belum sembuh.
"Trauma itu seperti WiFi publik, Anda tidak selalu sadar sedang terhubung sampai ada yang mulai buffering."
Pahami Diri Anda, Sebelum Meminta Orang Lain Memahami