Bayangkan baterai ponsel Anda. Selalu nyala, tetapi tak pernah terisi penuh. Mungkin itu cara terbaik menggambarkan dysthymia, bentuk depresi ringan namun kronis yang membayangi seseorang sepanjang hidup.
Kondisi ini sering kali tertutupi oleh anggapan "ah, itu cuma malas," atau "orangnya memang sensitif," padahal kenyataannya jauh lebih rumit.
Dysthymia, atau dikenal juga sebagai persistent depressive disorder (PDD), adalah kondisi di mana seseorang merasakan gejala depresi ringan secara terus-menerus selama setidaknya dua tahun.
Meski tidak seberat depresi mayor, penderita dysthymia kerap merasa seperti berada di bawah awan kelabu yang tak kunjung sirna.
Bagaimana Rasanya Mengalami Dysthymia?
Bayangkan seorang pekerja bernama Lina (bukan nama sebenarnya), seorang wanita berusia 35 tahun yang selalu berusaha tersenyum di tempat kerja. Orang-orang menganggapnya pekerja keras, tapi Lina merasa seperti robot. Setiap hari, ia bangun dengan perasaan lelah---bahkan sebelum hari dimulai. Lina bisa tertawa pada lelucon teman, tetapi kebahagiaan itu dangkal, seperti layar komputer yang mati ketika tombol dimatikan.
Ketika ditanya, Lina menggambarkan dysthymia sebagai "hidup di mode hemat energi." Ia tetap menjalani aktivitas sehari-hari, tetapi semuanya terasa seperti tugas berat. "Aku tidak benar-benar merasa sedih, tapi juga tidak pernah merasa bahagia," katanya.
Pernah suatu kali, seorang teman menyebutnya "pemalas" karena ia sering terlihat murung atau kurang semangat. Sakit hati? Pasti, tapi ia terlalu lelah untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Mengapa Dysthymia Sulit Dikenali?
Berbeda dengan depresi mayor yang sering menimbulkan gejala dramatis seperti menangis berlebihan atau ketidakmampuan berfungsi, dysthymia adalah versi halus yang bisa menyamar dalam kehidupan sehari-hari. Orang dengan kondisi ini sering terlihat "baik-baik saja" di luar, tetapi batinnya bergulat dengan perasaan kosong, kelelahan emosional, dan pesimisme yang konstan.