Lihat ke Halaman Asli

Kartika Tjandradipura

Co-Founder Writing for Healing Community

Mempertaruhkan Kualitas Pelajar Generasi Covid atau Nekat Tatap Muka?

Diperbarui: 25 September 2021   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Agung Pandit Wiguna from Pexels

Sebagai seorang pasien yang kurang lebih tujuh tahun lagi berobat ke dokter umum, bagaimana perasaan Anda bila mengetahui bahwa dokter yang Anda kunjungi itu kuliah kedokteran angkatan 2020. Cara belajar calon dokter yang cenderung sulit, rumit, dan butuh banyak sekali praktikum, pelatihan, dan bimbingan, semuanya dilakukan secara daring.

Walaupun teknologi untuk belajar secara daring sudah sangat canggih, seperti simulasi virtual, video case vignettes (reportasi kasus), dan lain-lain, namun interaksi langsung adalah hal yang sangat esensial.

Itu hanyalah salah satu dari bidang studi yang krusial. Yang peserta didiknya sudah memiliki kemampuan yang mumpuni, dan sadar akan tanggung jawab. Bagaimana nasibnya dengan anak TK, SD, umur-umur tanggung anak SMP dan SMA, yang jiwa berontaknya lagi tinggi-tingginya.

Banyak sekali kekurangan dari sistem belajar daring ini. Anak-anak TK yang justru sekolah untuk mengembangkan motorik kasar dan halus serta kemampuan sosialisasi, malah dipaksa untuk duduk diam dan mengerjakan sesuatu di meja layaknya anak sekolah dasar. Mentok-mentok juga menari-nari di tempat mengikuti gerakan dari video supaya mereka tidak terlalu bosan dan akhirnya kabur-kaburan.

Anak sekolah dasar pun sama, mereka mudah sekali kehilangan fokus ketika harus memperhatikan penjelasan guru dari layar kecil. Syukur-syukur mereka ada tablet atau laptop yang memiliki layar sedikit lebih besar.

Apa yang kita harapkan dari sistem pembelajaran daring ini. Jujur saja, kontribusi orangtua dalam pendidikan akademis anak sangat tidak bisa diharapkan. Sangat langka menemukan orangtua yang mengajar anaknya dengan telaten sesuai kurikulum, sampai anaknya menguasai materi.

Orangtua kebanyakan tidak punya kapasitas yang cukup untuk mengajar, dari sisi kesabaran, kecakapan, maupun penguasaan materi.

Apa yang terjadi saat ini adalah nilai-nilai peserta didik menjulang tinggi karena orangtuanya yang mengerjakan tugas, latihan, bahkan ujian anak-anaknya. Kebanyakan mereka tidak mau pusing, yang penting nilai anaknya bagus dulu. Oleh sebab itu, sebuah angka tidak dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan seseorang dalam belajar.

Dunia tempat kita belajar belum terbiasa dengan cara belajar seperti ini. Jangankan belajar daring, mahasiswa tahun-tahun awal yang sudah terbiasa belajar dengan cara sekolah umum pun tidak dapat langsung menyesuaikan diri dengan sistem belajar perkuliahan yang tanggung jawab dan kesadaran untuk belajarnya sangat dibutuhkan.

Kurang lebih satu setengah tahun sudah kita terpaksa menjalani sistem pembelajaran daring karena pandemi yang mengharuskan kita melakukan physical distancing. Bagaimana hasilnya? Efektifkah?

Kita tidak dapat membuat kesimpulan sekarang mengenai sistem ini efektif atau tidak. Karena bukan hasil sementara yang harus kita perhatikan, melainkan bagaimana kualitas-kualitas peserta didik generasi Covid ini kelak di masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline