Selama ini perbedaan antar negara terus melebar dan ketegangan semakin meningkat, salah satunya konflik sengketa Laut China Selatan. Sengketa Laut China Selatan merupakan sengketa terpanas abad ke-21, di mana China, Amerika Serikat, dan sebagian besar negara anggota ASEAN terlibat secara tidak langsung. Tiga alasan mengapa negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan atau Laut Cina Selatan, seperti Cina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia, saling memperebutkan kepentingan di wilayah perairan dan wilayah darat Laut Cina Selatan Dua Kepulauan Paracel dan Spratly di Laut China Selatan.
Pertama, perairan Laut Tiongkok Selatan dan gugusan pulau mengandung sumber daya alam yang sangat besar, termasuk minyak dan gas serta sumber daya laut lainnya. Kedua, wilayah perairan Laut China Selatan merupakan kegiatan pelayaran internasional, khususnya jalur perdagangan lintas laut yang menghubungkan Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, serta wilayah perairan yang menjadi jalur transit kegiatan pelayaran internasional. Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia.
Laut China Selatan, terletak di wilayah yang berbatasan dengan Tiongkok, Taiwan, dan sebagian negara ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Wilayah ini secara geografis memiliki arti strategis, baik ditinjau dari segi aspek politik, pertahanan ataupun aspek kepentingan lalu lintas pelayaran yang dilewati perkapalan perdagangan internasional dan tidak kalah penting, laut tersebut merupakan sumber pencarian ikan bagi para nelayan-nelayan dari China, Filiphina, Vietnam dan lain-lain. Serta aspek ekonomi berupa kekayaan sumber daya alam menjadi faktor kuat yang menyebabkan Laut China Selatan menjadi "titik panas" di kawasan Asia-Pasifik.
Laut Tiogkok China merupakan wilayah laut dengan nilai sumber daya alam yang sangat tinggi. Dalam hal pentingnya lalu lintas pelayaran, wilayah ini merupakan salah satu jalur pelayaran dan perdagangan dunia yang sangat penting. Daerah ini juga merupakan lokasi penting untuk kapal perang dan transit pesawat dan zona tempur. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Cina Selatan juga mengandung banyak perikanan dan sumber daya hayati lainnya. Akibatnya, kawasan Laut China Selatan saat ini menjadi kawasan tersibuk di dunia karena hampir semua perdagangan global melewati perairan tersebut. Dengan demikian, kawasan menjadi perebutan kepentingan ekonomi, strategis dan politik negara-negara tersebut.
Jika melihat situasi politik di Asia Tenggara dan Asia Pasifik, terlihat suram dan berapi-api. Laut Cina Selatan, sebagai tumpuan geopolitik kawasan Asia-Pasifik, telah memicu perbincangan hangat di tingkat internasional akibat konflik antara beberapa negara besar Asia dengan beberapa negara anggota ASEAN. Titik pertikaian sebenarnya seputar klaim wilayah perbatasan. Sengketa Laut China Selatan, atau masalah Laut Cina Selatan, memiliki efek yang agak dramatis pada gelombang polarisasi kekuatan yang berperang.
Laut China Selatan memiliki potensi besar untuk menguntungkan kawasan Asia-Pasifik karena kemungkinan perairan yang luas. Hal ini menyebabkan laut menjadi wilayah yang rawan konflik karena berbagai negara berusaha mengklaimnya sebagai wilayah mereka. Orang-orang yang melihat sumber daya alam di daerah ini serta berita terkait apapun akan menemukan bahwa itu akan terjadi banyak kekacauan.
Klaim kedaulatan mutlak atas seluruh Laut China Selatan telah menimbulkan kekhawatiran dari negara-negara penuntut dan non-pengklaim tetangga serta negara-negara non-teritorial atas kontrol, stabilitas, dan keamanan wilayah perairan Laut China Selatan di masa depan. Ketegangan meningkat di tengah meningkatnya ketakutan atas latihan militer dan upaya untuk melenturkan dan memprovokasi dan mengintimidasi satu sama lain di perairan dan bidang diplomatik. Negara-negara tersebut antara lain Taiwan, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia dan Indonesia. Secara khusus, Indonesia tidak pernah mengklaim kepentingan di Laut Cina Selatan.
Banyak negara berlomba-lomba mengklaim wilayah Laut Cina Selatan. Hal ini membuat kawasan ini sangat rentan terhadap konflik dan masalah keamanan. Kekhawatiran itu mengganggu stabilitas keamanan kawasan ASEAN, yang menurut banyak orang membuat frustrasi. Untuk menyelesaikan sengketa maritim di Laut China Selatan, perlu ditingkatkan negosiasi dengan pihak-pihak yang menjadi korban, dan memungkinkan para pihak yang bersengketa di Laut China Selatan untuk merumuskan agenda penyelesaian sengketa di Laut China Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H