Rumah saya persis berada di sebrang masjid Nurusshalihin dan Gereja Batak Karo Protestan, Gereja Bethel Indonesia. Beberapa meter dari situ tengah dibangun sebuah vihara. Tidak jauh dari rumah saya pun terdapat dua buah kelenteng.
Sebuah kampung yang menunjukkan multikulturalisme yang kental.
Masjid yang dulunya mushallah ini menyimpan kenangan saya sejak kecil.
Karena saya tidak pernah pindah dari kampung ini. Karena itu saya begitu mencintai masjid Nurusshalihin ini sebagaimana saya kisahkan di sini.
Masjid memang tak sekadar rumah ibadah. Karena pembangunan masjid pun dapat menjadi monumen cinta seperti Taj Mahal.
Di Palembang juga banyak masjid dibangun sebagai monumen cinta sekaligus amal jariyah seperti Masjid As Sayiddah dan Masjid Bajumi Wahab seperti kisah saya di Kisah Cinta Dua Masjid.
Masjid Kebanggaan Palembang
Palembang, sebagai kota tua menyimpan jejak-jejak sejarah Nusantara. Di Palembang dulu berdiri Kesultanan Palembang Darussalam.
Salah satu peninggalannya adalah Masjid Sultan Agung Jayo Wikramo. Masyarakat Palembang umumnya masih menyebut Masjid Agung saja.
Masjid Agung juga bangunan cagar budaya dilindungi oleh undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang cagar budaya serta surat peraturan menteri nomor: PM.19/UM.101/MKP/2009 tentang penetapan objek vital Nasional bidang kebudayaan dan pariwisata.
Dikutip dari situs Kemdikbud.go.id, masjid ini dibangun pada tahun 1738 M (1151 H) dan peresmiannya pada hari Senin 28 Jumadil Awal 115 H atau 26 Mei 1748.