Sekitar setahun lalu diriku mengikuti sebuah kegiatan di Jakarta sebentar. Seorang kolega yang usianya cukup terpaut jauh dariku telah kerja ke ibukota,sebut saja Dini )Sudah mirip gaya bahasa reprtase kriminal balum?).
Ketika tahu aku berada di Jakarta, sengaja ia mampir tempat kami menginap untuk melepas kangen.
Mau gimana lagi, kan aku emang selalu nganagenin. ha... ha... ha....
Kebetulan, diriku tak sendiri tetapi bersama beberapa kolega meski telah lewat tengah malam, sengaja makan di dekat tempat kami menginap. Saat melihat kami dengan semangat ia berseru "Anjay Ayuk Ika, dimana pun berada makannya Sate Padang". Sontak saja semua rekan yang menemaniku makan di seputaran Cililitan itu menoleh ke arahnya.
"Woi, Din . Jaga mulut" tegur kolegaku dari Palembang yang memang juga kolega si Dini. "Aduh, Maaf Yuk, kelepasan ngomong sejak di sini, aku kebiasaan ngomong gitu. Tidak bermaksud mengumpat kok ,Yuk". Dini berusaha menjelaskan.
Aku senyum-senyum saat mata kolegaku yang lain menatapnya. Aku mencoba paham yang dirasakan Dini, karena Dini juga mengenal mereka. beberapa kolega yang tengah menatapnya sehari-hari bertugas sebagai dosen perguruan tinggi Islam negeri di Palembang.
Entah kenapa emak-emak bawel ini bisa satu project dengan mereka. ha ...ha..
"Biasalah, kalo budak Plembang lah ke Jakarta dikit luntur basonyo. Bentar lagi dia ngomong lu gue" sahutku sambil tetap menikmati Sate Padang yang enak banget itu.
Kayaknya rasanya makin nikmat karena aku gak tahu harganya berapa dan gak perlu bayar deh.
Dini berusaha menjelaskan dan selalu saja disahuti dengan kolega kami. Berbagai alasan yang ia kemukakan bahwa ia tak bermaksud demikian pun selalu ditolak dengan kolega lain yang sengaja mempermainkannya.
"Budak Plembang memang kasar kalo ngomong, cuma tetep jago mulut", itu selalu yang diingatkan oleh teman-teman lain kepada Dini yang masih sibuk saja menjelaskan maksud ia menggunakan kata "Anjay" yang memang jika di Palembang sudah menyebut kata anjing terkesan melecehkan.