Hutan yang tersisa harus dijaga,
Hutan yang hancur, harus ditata biar rakyat Makmur
Masyarakat Sejahtera, Hutan pun Terjaga
Saat Forest Talk with Blogger Palembang yang diadakan oleh Yayasan Dr. Sjahrir pada tanggal 23 Maret 2019 dengan tema "Menuju Kelola Hutan Lestari", Persolaan sektor kehutanan dengan laju deforestasinya memunculkan persoalan bukan hanya kepada bangsa Indonesia tetapi juga warga dunia, karena sektor hutan merupakan penyumbang terbesar dalam perubahan iklim saat ini.
Saat itu, peta di otak saya langsung teringat pada kalimat tersebut, sebuah kalimat yang sering menjadi pungkas tulisan seorang rimbawan Sumatera Selatan, Bapak Edy Cahyono yang memimpin sebuah Kesatuan Pengelola Hutan (KPH), tepatnya KPH Lakitan Bukit Cogong (KPH Lakitan BC) yang wilayahnya berada di 3 Kabupaten yakni Musi Rawas, Musi Rawas Utara dan Kota Lubuk Linggau.
Saya memang tidak banyak mengenal banyak rimbawan untuk berdiskusi, tetapi saya meng-capture beliau sebagai seorang kepala KPH di menunjukkan jiwa korsa rimbawan yang mencintai hutan lestari, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial yang tinggi dalam pengelolaan KPH yang dipimpinnya saat saya berjumpa dengan beliau di tahun 2014-2015. Aktifitas beliau bersama KPH Lakitan Bukit Cogong saya ikuti melalui instagramnya https://www.instagram.com/kphlakitan/.
KPH, meski tidak banyak yang mengetahui keberadaanya memiliki peran yang besar dalam tata kelola hutan di Indonesia, termasuk dalam usaha-usaha dalam pengurangan kebakaran hutan dan lahan. KPH yang merupakan unit pengelolaan hutan terkecil di tingkat tapak berperan nyata untuk melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Berangkat dari sebuah harapan bersama, baik pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat dalam urusan kehutanan tetapi juga seluruh masyarakat baik yang langsung maupun tidak langsung merasakan manfaat hutan untuk memastikan kawasan hutan untuk tetap lestari dan bebas konflik, menjadi dasar pembentukan UU No. 5/1967 tentang Pokok Kehutanan.
Salah satu upaya penyelamatan hutan dari kerusakan dan deforestasi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 200/Kpts./1991 yang mengatur pembentukan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi yang sekaligus berfungsi sebagai kesatuan perencanaan pengusahaan hutan produksi.
Namun, dengan diterbitkannya UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai pengganti UU No.5/1967 mengubah peran Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Pembentukan KPH tidak hanya di kawasan hutan produksi tetapi meliputi seluruh kawasan dan fungsi hutan. sehingga KPH diharapkan agar KPH akan menjadi salah satu garda terdepan dalam penyelamatan hutan.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari, maka seluruh kawasan hutan Indonesia terbagi ke dalam KPH, daam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).