Lihat ke Halaman Asli

Kartika Kariono

Ibu Rumah Tangga

Werewolf Hago Representasi Demokrasi Kita?

Diperbarui: 7 November 2018   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

credit: Werewolf Hago

Sejak saya install Hago, ada semacam kegiatan rutin dari si Bujang. Dia meminjam handphone saya untuk main selama beberapa menit, yang sering molor juga , hampir satu jam.

Biasanya dia langsung lapor dengan menunjukkan PR yang telah selesai dibuat (Dia sekolah di sekolah negeri yang kata beberapa teman saya  dengan istolah "tidak seberapa" itu, PR nya tentu tidak sebejibun sekolah yang akreditasi luar biasa itu).  

Jadi, emaknya  tinggal emaknya validasi aja demi bisa main HAGO. Keberuntungan  tengah berpihak pada dia minggu ini, dia tidak masuk dalam "terhukum" karena teman-temannya sedang sibuk membuat denah dan peta sederhana.

Awalnya dia main game biasa, ular tangga, ludo, congklak, percikan jus. Lama-lama ia bosan lalu beralih ke game Medan Perang Otak, yang lebih banyak emaknya yang menjawab. Lumayan buat latihan membaca cepat. Dia sih Cuma senang lihat yang salah terbunuh secara brutal, kalo gak masuk jurang, dilindas batu atau diseruduk monster banteng.

"Lucu-lucuan kok menyeramkan, Kak" gerutuku yang dibales cengar-cengir, mau gimana lagi lah komedi di film kartun yang dia tonton juga banyak yang lebih dark kok.

Tiba-tiba dia tertarik dengan permainan werewolf, di Hago permainan ini terdiri dari 2 game, 7 pemain atau 9 pemain.

Permainan werewolf ini sebenarnya permainan offline juga, killing time terhebat karena bisa berjam-jam permainannya.Karena saat offline biasanya GOD (moderator permainan) membiarkan perdebatan tanpa dibatasi waktu,  berbeda dengan permainan online yang waktunya terbatas. Pembahasan pun lewat chat.

Saya hanya tertawa saat dia main game, lah dia belum lancar text chat, karena memang jarang pegang hape.  Jalan keluar dia adalah voice chat.

Makanya dia senang saat ia berperan menjadi "werewolf", dengan suara anak-anaknya dia selali bilang "jangan bunuh aku dong Kak, aku mau main sampe akhir", and it works. Saya menjadi ngeri ketika dia dengan santai bilang " Kok Kakak Nomor 3 vote yang baik, dia WW tuh, vote"katanya tanpa  suara ragu.

Meski yang difitnahnya membela diri, seringkali terlambat. Ia digantung oleh warga lain dan warga defeated. Dia senang bukan kepalang karena tim dia bisa menang. Dia paling kesal kalo berperan sebagai warga, karena ia tidak bisa buat apa-apa.

"Malah kakak harus baca chatnya, sebagai warga malah penentu loh, seperti demokrasi dalam pemilu"komenku, civic education sederhana nih ceritanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline