Lihat ke Halaman Asli

Kartika Kariono

Ibu Rumah Tangga

Saya Hanya Ingin Silaturahmi dengan Tetangga, Kok

Diperbarui: 29 Mei 2018   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dok. Pribadi)

Pernah tahu  dengan makanan srikaya? Atau pernah mencicipinya bahan menggemarinya. Bukan, sama sekali bukan terbuat dari buah srikaya.
Makanan ini sebenarnya makanan sederhana hanya terdiri dari 3 bahan dengan takaran yang sama, telur, gula pasir dan santan. Sebagai pewarna biasanya menggunakan pewarna alami dari daun pandan atau untuk lebih pekat menggunakan daun suji.

Makanan ini termasuk dalam makanan lezat yang rasanya tak kalah  mewah  dengan cita rasa creme brulle. Makanan yang dihidangkan dalam acara perkawinan masyarakat suku Palembang asli (terutama bangsawan) selain lapis legit, maksubah, lapis kojo dan engkak ketan yang akan saya ceritakan menjelang idul fitri nanti.

Karena jenis-jenis kue yang saya sebut tersebut biasa menjadi makanan yang dihidangkan si saat idul fitri. Berbesa dengan srikaya, lebih jamak ditemui sebagai makanan di pasar bedug, untuk menjadi takjil.

Saya tidak dapat mengklaimnya ini makanan suku tertentu, karena beberapa orang dari Nusantara yang pernah saya jumpa di sebuah side event sea games beberapa tahun yang lalu di Palembang, baik dari Brunei, Malaysia, Singapura, Philipina, Thailand Selatan hingga Ternate mengenal makanan ini dan menyebutnya sama "Srikaya".

Di Palembang (juga tentunya di beberapa tempat lain selain Palembang), orang-orang sering memakan srikaya ini bersamaan dengan sepotong ketan. Jadi banyak yang menyebut makanan srikaya ketan.

Di kampung kami, sebagaimana sempat saya ceritakan sebelumnya, memiliki tradisi sederhana di setiap bulan Ramadan. Setiap hari beberapa keluarga menyumbang takjil untuk iftar bersama di masjid secara bergantian. Hanya makanan ringan pembatal puasa saat azan magrib.

Ketan srikaya adalah salah satu pilihan saya untuk setiap iftar (Pilihan almarhum Bapak saya lebih tepatnya). Ia paling menyukai memberi makanan yang jarang ditolak oleh orang lain, menurutnya srikaya ketan adalah salah satunya. Baik oleh penggemar makanan gurih atau penggemar makanan manis. Saya setuju saja,karena makanan ini mudah dibuat, bahannya mudah dan anti gagal.

Untuk kepraktisan saya taruh  langsung dalam satu wadah. Konon, srikaya ketan adalah makanan buah tangan yang dibuat khusus menantu kepada mertua.

Ketan yang lengket perlambang rekatnya hubungan kekeluargaan, rasa manis perlambang pengalaman yang dirasakan bersama sedangkan warna hijau adalah warna dominan alam lambang kemakmuran dan kesejukan. Itu kata makcek tetangga saya yang bersuku asli Palembang, soal validitasnya, mungkin suatu saat saya akan bertanya dengan orang-orang di Dewan Kesenian saja ya.

Saya jadi teringat di masa kecil saya, setidaknya masa kedaulatan pangan masih benar-benar di tangan warga kampung kami dan kegotongroyongan masih sangat kental,mungkin sekitar seperempat abad  yang lalu. Kami membuat srikaya dapat dipastikan melibatkan tetangga, jika punya telur dari peliharaan setidaknya akan meminta kelapa atau daun pandan kepada tetangga.

Tentunya akan membagi srikaya yang telah jadi kepada tetangga yang memberi bahan tersebut plus tetangga kiri kanan, karena seringkali saat meminta kelapa dan daun pandan saja sudah "woro-woro" kepada tetangga bahwa ia akan membuat srikaya ketan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline