[caption caption="teater aladin menampilkan drama Bumi yg Ruska"][/caption]Pagi ini tepat tanggal 22 April 2016, yang diperingati sebagai hari Bumi dilaksanakan karnaval hari bumi di Bumi Sriwijaya. Karnaval ini merupakan bagian dari Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XII yang diselenggarakan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Selain Walhi , karnaval ini diikuti pula oleh Aliansi Pegiat Lingkungan lainnya, sebut saja Solidaritas Perempuan (SP), Sarekat Hijau Indonesia (SHI) , dan banyak lainnya.
[caption caption="abaikan anak kecil yg selalu mau eksis itu"]
[/caption]
[caption caption="tetep mau eksis...."]
[/caption]Rencana awal hari ini mengajak Kakak Davie untuk melihat karnaval , untuk melihat bagaimana Kakak-Ayuk dari Sahabat Walhi Sumatera Selatan (SAWA Sumsel) mengusung maskot peringatan hari Bumi tahun ini berupa “Bumi yang Hancur”. Tetapi semangat si Bujang lebih membara, ia memaksa ikut dalam karnaval dari Benteng Kuto Besak menuju Kambang Iwak itu. Alasannya kapan lagi bisa jalan santai di Jalan Merdeka yang biasanya begitu crowded itu.
[caption caption="mencoba memahami mengapa setiap kemarau ia bertarung denga asap"]
[/caption]
Deal…dengan kesepakatan jika capek panggil becak. Jadilah Kakak Davie peserta Karnaval (selundupan) termuda. Ia begitu tertawa-tawa riang ketika peserta karnaval melakukan yel- yel sepanjang jalan, dengan bangga ia memegang bendera kecil Walhi. Di jalan disemangati oleh Oom-oom dan Tante-tante dari berbagai propinsi dengan ucapan ” Wah Hebat, semangat Kak…”. Sampai ada Peserta mencolek aku dan bilang “ Eh…ini ada anak PAUD ikut ya…” ucapnya. “ Ha ha iya, kok tahu Kakak masih PAUD, padahal dari tadi banyak yang salah tebak, ngira dia sudah kelas 3 SD” sahutku . “ Bukan , tapi peserta Pendidikan Advokasi Usia Dini “ ujarnya berseloroh. Waduh Oom, nggak juga. Ini persoalan let’s have fun together with Bunda kok.
Rute yang diambil dari Benteng Kuto Besak. Pada titik start ini sebegitu sibuk peserta ber-selfie ria. Karena Icon Kota Palembang, Jembatan Ampera menjadi latar belakang fotonya jika berfoto di sini. Lalu lanjut melalui jalan ke arah Pasar 16 Ilir, melewati Kantor Pos, dari sini terlihat jelas Masjid Agung dan Bundaran Air Mancur. Langsung berbelok ke Jalan Merdeka,melewati kantor Ledeng (Sebenarnya ini Kantor Walikota Palembang, Cuma dulunya ini adalah kantor Air Minum (Ledeng) di Zaman Kumpeni dulu), yang bikin cekikikan ketika beberapa teman langsung colek-colek saya ketika melewati warung pempek legendaris Sudi Mampir, dimana pempek tunu (panggang) dan Lenggang Bakarnya serta Es Kacang Merahnya recommended di sini. Pura-pura nggak liat ah….
Kambang Iwak, tepatnya di depan rumah dinas Walikota Palembang sebagai akhir rute Karnaval. Wah di sana sudah ada enviromentalist junior menyambut kami. Kakak-Ayuk dari beberapa SMP di Palembang ini meneriakkan yel-yel yang membakar semangat pegiat lingkungan.
[caption caption="teman dari Bali menyuarakan tolak reklamasi pada karnaval ini"]
[/caption]
Karnaval ini diisi pula oleh teatrikal (aduh….KKBI kemana sih, maaf akan dicari tulisan yang benar nanti) yang dibawakan oleh Teater Aladin, sebuah teater yang berisikan Mahasiswa-mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Meski minim alat musik, tepatnya digantikan oleh Accapella bernada seriosa juga cukup membantu efek dramatis pada cerita “ Bumi yang Hancur’. Memang teater ini juga minim dialog, lebih mengedepankan gerak sebagai alur cerita.
Penampilan yang cukup memukau, terutama buat Kakak Davie yang baru pertama kali melihat pertunjukan teater. Ceritanya menceritakan bagaimana penderitaan Ibu Bumi yang diekploitasi habis-habisan, menahan derita karena pembuangan sampah dan limbah yang sembarangan, penggundulan hutan. Sayangnya, aktris yang memerankan apes (monyet) yang langsung merasakaan penderitaan ibu Bumi masih malu-malu memerankan tokoh monyet ini.