Lihat ke Halaman Asli

Suku Baduy, Mempertahankan Hidup dalam Kesederhanaan

Diperbarui: 11 Desember 2019   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.com/ANGGITA MUSLIMAH

Suku Baduy, suku yang sudah tidak asing lagi kita dengar. Suku Baduy  merupakan kelompok etnis masyarakat suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk didokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Baduy Dalam.

Berawal dari ajakan dari teman yang biasa mengadakan travelling ke Baduy, saya merasa tertarik untuk ikut. Keinginan ini didasari karena seringnya mendengar cerita tentang suku yang mempertahankan kehidupan di pedalaman.

Ada satu kesan yang sepertinya yang terbersit dari orang orang bahwa daerah ini sedikit horror. Dan sepertinya ada kesan mistis, yang kalau salah salah kita bisa tidak pulang. Itu juga yang saya alami ketika pertama kali saya menyatakan bahwa saya akan ke Baduy. 

Hal pertama yang saya dapatkan adalah pernyataan dari teman teman kantor saya adalah, "Hati hati kamu. Jangan melanggar aturan, jangan sampai saya nggak ketemu kamu lagi" 

Ketika seorang teman yang lain juga mengetahui bahwa saya akan berkunjung, maka dia menyatakan kepada saya, hati hati jangan sampai tidak pulang, apalagi ditambah dengan kejadian kejadian yang sepertinya memang mistis.  

Perjalanan ini kami mulai dengan titik kumpul di Stasiun Tanah Abang. Perjalanan ini diadakan pada hari Sabtu sampai Minggu, pada pukul 07.30 WIB. 

Sarpin, berpose saat berada di Kampung Balingbing, Desa Kanekes, Lebak, Banten, Selasa (1/3/2016). Sarpin adalah potret orang Baduy yang membekali dirinya dengan kemampuan membaca dan menjadi tokoh masyarakat Baduy. (KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Kereta dengan tujuan Rangkas Bitung berangkat pada pukul 07.50 WIB dan tiba di Rangkas Bitung pada pukul 09.50. Dan perjalanan dilanjutkan dengan mobil sampai ke desa Ciboleger sekitar 1.5 jam. Setelah itu kami makan siang. 

Dari desa Ciboleger kami kemudian berjalan selama 4 jam sampai ke desa Kanekes, kampung Cibeo Baduy dalam. Sekitar pukul 16.30 kami tiba di desa tersebut.

Pertama kali saya bertemu dengan Kang Herman, penduduk Baduy dalam di mana pemilik rumah di mana kami akan menginap, dan beberapa anak yang akan membawa ransel kami yang merasa tak kuat untuk membawa beban sambil berjalan dengan medan yang menurut saya cukup lumayan. 

Yang pasti mereka sangat bersahabat, ramah. Memang dari awal kami sudah diberitahu beberapa aturan yang harus dipatuhi. Beberapa aturan itu adalah sebagai berikut :

  • Mandi dengan tidak menggunakan sabun, atau sikat gigi tidak memakai odol
  • Tidak menggunakan hand phone selama berada di Baduy dalam.
  • Tidak boleh mengambil foto atau rekaman selama berada di Baduy dalam.
  • Tidak membawa gitar, atau bernyanyi selama di Baduy dalam.

Kehidupan di Baduy dalam memang menunjukkan kehidupan di zaman dulu, sederhana, tidak ada listrik, rumah terbuat dari anyaman bambu, dan atap rumbia atau ijuk, dan kayu yang memang dari alam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline