Sejak dari peresmian MRT, time line ku dipenuhi oleh foto foto yang sudah mencoba MRT, berbagai foto dan komentar pun bermunculan di Facebook dan group WA. Awalnya saya tidak terlalu berminat untuk turut serta mencoba MRT. Namun foto foto dari teman teman dan ajakan dari teman membuatku akhirnya mencoba moda transportasi ini.
Saya pun mendaftar online di akun Buka Lapak. Dan saya sudah mendapatkan e-ticketnya. Dan pada hari terakhir uji coba gratis 31 Maret 2019, saya pun memulai perjalanan ini. Saya dan teman memutuskan untuk memulainya dari Stasiun Lebak Bulus. Kami sampai di stasiun Lebak Bulus sekitar pukul 11.00 WIB, benar saja, stasiun ini sudah sangat ramai dengan orang orang yang akan mencoba MRT ini. Kami pun mulai mengantri.
Dari stasiun Lebak Bulus, ternyata kita tidak perlu menunjukkan e-ticket dan tidak ada scan barcode dari e-ticket. Semua diperbolehkan masuk, hanya saja harus mengantri dengan rapi. Setelah mengantri sekitar 30 menit, dengan dua titik antrian yang sama sekali berhenti yaitu di tangga naik menuju peron, dan di peron menunggu kedatangan kereta akhirnya kami bisa naik moda ini. Dari stasiun Lebak Bulus pun MRT sudah penuh.
Perjalanan pun dimulai. Seru juga ketika berada pada posisi struktur layang, memandang gedung gedung tinggi dari atas MRT yang berkecepatan tinggi. Sebagian dari konstruksi jalur MRT Jakarta merupakan struktur layang (Elevated) yang membentang 10 km; dari wilayah Lebak Bulus hingga Sisingamangaraja. Dari rute tersebut, terdapat 7 Stasiun Layang, yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M dan Sisingamangaraja.
Konstruksi bawah tanah (Underground) MRT Jakarta membentang 6 km, yang terdiri dari terowongan MRT bawah tanah dan enam stasiun MRT bawah tanah, yang terdiri dari Stasiun Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, Bundaran Hotel Indonesia. Tapi rasa rasanya agak spooky juga melihat dinding tembok bawah tanah yang tidak di aci. Dan setelah 30 menit MRT pun tiba di stasiun Bundaran HI.
Sepertinya uji coba MRT ini menjadi wisata keluarga, jadi moment city tour bagi masyarakat Jakarta. Banyak sekali orang tua yang membawa anak anaknya. Saya juga melihat antrian orang tua di lift yang memang dikhususkan untuk orang tua dan disable, dan melihat orang tua yang di dorong di kursi roda. Menarik juga memperhatikan keramaian ini. Antusiasme masyarakat sangat tinggi terhadap uji coba MRT ini.
Sesampainya di stasiun Bundaran HI banyak juga penumpang yang tidak turun, langsung berbalik ke arah Stasiun Lebak Bulus. Ada juga yang melanjutkan naik Bus Wisata Gratis dari Pemprov DKI. Begitulah keramaian itu berlangsung.
Saya dan teman memutuskan untuk turun dan foto foto di Stasiun Bundaran HI sehubungan dengan Stasiun bawah tanah keenam ini mengusung konsep gaya hidup internasional, karena terletak di area hotel internasional, pusat perbelanjaan, kantor kedutaan, dan salah satu ikon Jakarta, Bundaran HI. Warna-warna putih, perak, dan abu-abu mendominasi stasiun menggunakan konsep gaya hidup perkotaan, modern. Bagus untuk foto- foto, apalagi untuk saya yang memang suka mengabadikan tempat tempat ke mana saya pergi.
Pada saat menyebrang di Zebra Cross menuju Plaza Indonesia, sampah berserakan di Trotoar. Walaupun saya tidak menemukan di stasiun ada yang duduk dan makan seperti viral beberapa waktu yang lalu. Memang perlu edukasi bagi masyarakat Jakarta masalah buang sampah sembarangan. Syukurlah saya membaca berita hari ini bahwa bagi yang membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda. Tarif MRT sebesar Rp 14.000 dari Stasiun Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI menurut saya pribadi cukup wajar.
Saya belum bisa mencoba mesin tapping tiket karena memang pada tanggal tersebut belum dioperasikan. Saya melihat kartu yang dapat digunakan adalah, Kartu MRT Single Trip dan Multi Trip, Kartu Flash, Brizzy dan JackCard. Pada saat naik untuk kembali ke stasiun Lebak Bulus, berhubung karena penumpang yang cukup padat, maka wajib menunjukkan barcode e-ticket, walaupun tidak di scan juga. Akhirnya kembali naik MRT ke Lebak Bulus.