Refleksi Tahun Baru Islam
Setelah gagal melakukan dan mengajak kebaikan (dakwah) kepada orang-orang di Taif dan daerah kelahirannya yaitu Mekah, Nabi Muhammad Saw sebagaimana ditulis oleh Philip K Hitti dalam bukunya berjudul History of the Arabs, Rasulullah Saw mengizinkan kurang lebih 200 pengikutnya untuk menghindari kekejaman, tekanan psikis dan psikologis dari orang Quraisy untuk pergi diam-diam ke Madinah. Dengan kalkulasi realitas dan politis Nabi Muhammad Saw merasa harus menyelamatkan pengikutnya dari teror, tekanan psikis dan psikologis orang kafir termasuk pembunuhan. Bukan untuk menyerah melainkan menyusun strategi dan membangun kekuatan, baik kekuatan militer maupun kekuatan politik. Nabi Muhammad Saw sendiri menyusul mereka dan tiba di Madinah pada 24 September 622 M. Peristiwa pergerakan dari Mekah ke Madinah yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya ini kemudian dikenal dengan nama Hijrah. Dan 17 tahun dari peristiwa hijrah ini kemudian oleh Khalifah Umar Bin Khattab dijadikan awal tahun Islam. Inilah momentum sebagai tonggak politik Islam. Dari peristiwa ini umat Islam mampu menerapkan konsep negara yang kemudian ditiru bangsa-bangsa lain di dunia termasuk Eropa.
Proses politik penetapan kalender Islam yang dilakukan Umar Bin Khatab cukup sukses. Umar Bin Khattab tentu memiliki berbagai pertimbangan mengapa harus menetapkan kalender Islam dan salah satu pertimbangannya adalah pertimbangan politis. Ketika itu pusat peradaban dunia masih berkilbalat kepada Persia dan Romawi, dimana keduanya memiliki kalender tersendiri. Sementara Islam sesungguhya adalah pusat peradaban yang terbukti menjadi sumber ilmu pengetahuan, sumber inspirasi, sumber peradaban. Dan inilah yang pernah dikatakan Rasulullah Saw ketika membuat parit dalam persiapan perang khandaq. Suatu saat Islam akan menguasai Persia dan Romawi, demikian kata Rasulullah Saw kepada para sahabatnya. Sebagaimana diketahui dua daerah itu adalah pusat peradaban dunia ketika itu di saat Jazirah Arab masih menjadi tanah gersang, terbelakang dan tidak memiliki peradaban sebelum Islam masuk. Dan Rasulullah menyampaikan visi itu di saat kondisi sedang menghadapi serangan musuh, di saat Madinah diembargo ekonomi oleh orang-orang kafir, visi itu juga dikatakan Rasulullah Saw di saat ia harus meletakan dua buah batu di perutnya untuk menahan lapar. Betul-betul masa sulit tetapi ia mengajak dan membawa umatnya untuk menatap visi yang jauh ke depan, menghilangkan pesimisme dan menggelorakan semangat optimisme dengan membuat statemen filosofis yang mengguggah.
Tidak hanya perihal kalender. Di Madinah, Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya juga mulai membicarakan, membuat konsep, mengeluarkan kebijakan publik sebagai sebuah strategic planning berdirinya kekuatan politik baru yang kemudian akan menguasai Romawi dan Persia. Dasar-dasar sebuah negara dibuat dan tertulis rapi mulai dari stempel, surat menyurat, perundang-undangan, peraturan daerah dan kebijakan publik lainnya yang belakangan dicontoh bangsa Eropa yang kita anggap paling modern saat ini. Ketika itu, kekuatan politik Islam tembus hingga ke daratan Eropa. Dunia tercengang, kagum dan merekapun berbondong-bondong belajar ke Jazirah Arab untuk belajar tentang ilmu pengetahuan, ilmu grativitasi, ilmu kedokteran, ilmu keuangan dan lain sebagainya.Di Madinah pula, Muhammad mulai mengeluarkan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti bagaimana mengikat semangat kegotong royongan atau ukhuwah islamiah antara kaum anshor dan muhajirin, sebuah pertalian persaudaraan yang bukan didasarkan pada ikatan darah atau trah keturunan melainkan berdasarkan persamaan akidah. Nabi Muhammad juga membuat konsep bagaimana agar distribusi harta merata sehingga tidak ada sumber alam negara yang ngeblok hanya dalam satu kelompok, inilah yang kemudian melahirkan kebijakan zakat bagi orang-orang mampu.
Tidak hanya tentang kebijakan publik yang menyangkut kesejahteraan, Nabi Muhammad Saw juga mulai melakukan ekspansi wilayah, membentuk pasukan militer untuk memperkuat teritorial seabagai wujud nasionalisme. Dan ia juga melakukan kaderisasi untuk meneruskan tampuk kepimpinan sebuah negara karena Rasulullah Saw menyadari usia manusia tidak akan abadi. Dan hebatnya lagi, Nabi Muhammad Saw mampu dan sukses melakukan provokasi damai akan arti sebuah kebenaran, akan arti sesungguhnya makna politik, apa maksud dan tujuan manusia hidup. Peristiwa Futtuh Mekah merupakan peristiwa paling dramatis di dunia, tidak ada penaklukan sebuah wilayah besar tanpa pertumpahan darah, tanpa balas dendam seperti yang terjadi pada Futtuh Mekah, tidak ada peristiwa militer yang dramatis sebagaian terjadi pada penaklukan Mekah.
Inilah yang kemudian diakui dengan jujur oleh penulis non Islam bernama Michael H Heart yang menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia dalam bukunya berjudul 100 tokoh yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Kebijakan Nabi Muhammad Saw dalam mengelola negara dan mengeluarkan kebijakan publik tidak hanya menguntungkan dan diberlakukan untuk umat Islam saja, tetapi melindungi umat non Islam. Salah satu kebijakan politik yang dilakukan Nabi Muhammad Saw seperti yang digambarkan oleh Philip K Hitti adalah saat peristiwa penempatan pos militer di Tabuk yang berbatasan dengan daerah Gassan. Tanpa melalui pertempuran Nabi Muhammad Saw melakukan perjanjian damai dengan kepala suku Kristen, Yahudi agar saling menghormati.
Karakter kepemimpinan Nabi Muhammad Saw inilah yang menyukseskan program kaderisasi sehingga melahirkan generasi-generasi unggul, tangguh dan mampu konsisten melaksanakan nilai-nilai Islam, bukan saja dalam urusan ritual seperti shalat, tapi mereka mampu menterjemahkan nilai-nilai Islam dalam seluruh sendi kehidupan mulai dari ekonomi, hukum, sosial budaya termasuk dalam urusan politik.
Semangat inilah yang dilanjutkan oleh para sahabat Nabi, terutama orang-orang yang pernah bersentuhan langsung dengan proses pengkaderan yang dilakukan Rasulullah Saw termasuk Umar Bin Khattab, sang Khalifah yang gagah dan cerdas. Khalifah Umar saat berkuasa melakukan pembahasan masalah penanggalan Islam ini dengan para sahabatnya dan munculah berbagai ide dan gagasan dari para sahabat. Ada yang mengusulkan kalender disesuaikan dengan hari wafatnya Nabi Muhammad Saw, ada juga yang mengusulkan agar disesuaikan dengan lamanya Rasulullah Saw tinggal di Madinah, ada juga yang mengusulkan meniru bangsa Persia dan Romawi sampai kemudian disepakati bahwa kalender Islam dimulai pada saat peristiwa hijrah terjadi.
Apa yang dilakukan Umar merupakan salah satu strategi politik untuk mengakarkan simbol-simbol Islam sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw saat di Madinah. Rasulullah Saw mengganti kebiasaan orang-orang Yahudi dengan kebiasaan Islam, seperti Sabat yang merupakan tradisi Yahudi pada setiap Jumat diganti dengan Shalat Jumat, suara terompet dan gong diganti dengan suara adzan, arah kiblat dipindahkan dari Yerusalem ke Mekah. Inilah sebuah konsep kebijakan yang belakangan ditiru dan dicontoh orang-orang Eropa dengan membalikan apa yang pernah dilakukan Rasulullah Saw sebagai upaya untuk menggeser mainstream umat Islam. Dan kini mereka cukup berhasil melakukan hal itu sehingga sebagian umat Islam ragu terhadap agamanya sendiri sehingga sampai-sampai harus membuat sesuatu yang aneh. Dalam pendidikan tarbiyah proses ini kita mengenal istilah Ghozwil Fikri atau perang pemikiran, inilah yang sedang terjadi saat ini. Umat Islam diputus dari simbol-simbol Islam secara perlahan-lahan tanpa sadar. Dan karena perangnya tidak seperti perang fisik sehingga tidak terasa maka banyak yang tidak menyadari hal itu, mulai dari memilih pemimpin, life style, ekonomi dan sendi kehidupan lainnya. Umat Islam dibuat takut, khawatir dan tidak bangga dengan nilai-nilai Islam dan ini ujungnya adalah menanamkan keraguan terhadap Islam sebagai agama termasuk menanamkan keraguan perihal politik.
Sayangnya masih banyak yang terpengaruh cuci otak Snock, dimana untuk urusan politik masih ada yang menyangsikan bahwa Islam tidak boleh dibawa-bawa ke politik. Islam dan politik seolah dua hal yang tidak berhubungan dan pemahaman keliru inilah yang berhasil disuntikan oleh seorang doktor asal Belanda bernama Snock Haoughronge kepada umat Islam di tanah air. Untuk menggeser mainstream umat Islam tentang politik, ia rela belajar tentang Islam di Arab sebagai sebuah daerah yang menjadi sumber sejarah Islam. Dari sinilah ia berhasil mengambil tesis tentang rencana untuk menghancurkan Islam bahkan ia hapal Al Quran. Lalu dari sinilah ia berhasil menemukan cara efektif untuk menghancurkan dan meragukan umat Islam dari agamnya yaitu bahwa kalau ingin menghancurkan Islam maka jangan menyerang secara fisik melainkan psikis tetapi cukup dengan membatasi, memagari dan melarang umat Islam berpolitik. Dalam beberapa tahun cara pandang seperti ini berhasil meskipun dalam perjalanannya lalu disadari oleh umat Islam itu sendiri dengan hadirnya para aktivis Islam menjadi politisi. Inilah yang pernah disindir Hasan Al-Bana, seorang aktivis Islam di Mesir yang dalam usia 28 tahun sudah memimpin pergerakan di bawah bendera Ikhwanul Muslimin. Hasan Al Bana menyinidir kepada orang-orang yang masih terkena cuci otak Snock agar memisahkan Islam dengan urusan politik. Ia mengatakan, kalau Islam tidak boleh mengurus politik, seni, sosial, budaya dan ekonomi, lalu untuk apa Islam hadir di dunia? Bukankah Allah SWT menurunkan agama Islam sebagai rahmatan lil alamin?. Islam adalah agama kaffah (menyeluruh), paripurna dan utuh maka pelajarilah secara utuh jangan hanya sebagiannya saja. Islam membicarakan soal shalat juga membicarakan perekonomian, Islam membicarakan aqidah juga membicarakan konsep negara, Islam membicarakan puasa juga membicarakan kesejahteraan, Islam membicarakan tentang pernikahan juga membicarakan soal nasioanlisme.
Penulis coba menganalisis mengapa Snock melakukan pemagaran antara Islam dan politik?. Politik dalam faktanya adalah sebuah alat yang paling efektif untuk melakukan perubahan. Perubahan dalam hal apa? Perubahan dalam berbagai hal terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Masih adanya rakyat yang miskin, adanya pemimpin yang dzalim, adanya distribusi anggaran negara yang tidak adil, adanya undang-undang atau kebijakan hukum yang tidak berpihak kepada rasa keadilan dan kesejahteraan, semua itu bertentangan dengan Islam dan harus dilakukan reformasi. Hal itu hanya bisa dilakukan ketika kita masuk dalam area politik karena disitulah semua itu dibahas, digodok dan dikeluarkan dalam bentuk undang-undang.
Kita bersyukur dengan adanya aktivis Islam yang ada di parlemen karena bisa mewarnai kebijakan publik, seperti undang-undang tentang anti minuman keras, undang-undang anti pornografi, undang-undang buruh dan kesehatan yang memenuhi rasa keadilan. Ini tidak lepas dari sang tauladan yaitu Nabi Muhammad Saw yang telah berhasil meletakan dasar-dasar dan pondasi sebuah negara, jauh sebelum Eropa tahu tentang bagaimana membuat konsep sebuah negara. Di Madinah inilah Rasulullah Saw merekatkan simbol peradaban dunia, di sinilah Islam membangun negara dengan sumber ilmu pengetahuan yang lengkap, menjadi sumber kebijakan dan menjadi sumber tentang teologi atau ilmu ketuhanan yang sesungguhnya.
Nabi Muhammad telah sukses melakukan dasar-dasar aqidah, pondasi sebuah negara untuk melahirkan kebijakan publik yang memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan itu bermula dari peristiwa Hijrah. Selayaknya kita patut bangga dan berusaha sekuat tenaga untuk mewarnai sendi kehidupan mulai dari sosial, politik, budaya, ekonomi dan kemasyarakatan. Umat Islam boleh jadi apa saja asalkan mampu mewarnainya bukan merusak atau mengirim pesan keraguan terhadap ajaran Islam itu sendiri. Gunakanlah keterampilan yang kita miliki untuk membuktikan bahwa umat Islam layak menjadi contoh. Momentum 1 Muharam menjadi sumber kekuatan dan inspirasi umat Islam untuk terus berbenah agar memiliki kekuatan dan mampu mengembalikan masa keemasan dan kejayaan sebagaimana yang pernah ditorehkan generasi umat Islam terdahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H