Merefleksikan Terima Kasih dalam Kehidupan
Oleh Karnita
Dalam konteks relasi sosial (hablum minannas), kita sesungguhnya saling kebergantungan dengan orang lain. Saling berbagi cinta kasih dengan sesama, bahkan dengan makhluk lainnya merupakan suatu keniscayaan. Karena dorongan cinta kasih itulah, kita tergerak untuk membantu orang lain sesuai dengan konteks dan kemampuannya. Hadits di atas menegaskan, kemampuan bersyukur kepada Allah akan tumbuh bila kita memiliki rasa syukur atas kebaikan dari orang lain sekecil apapun.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994: 1046) kata rasa syukur identik dengan terima kasih. Berterima kasih diartikan sebagai (1) mengucap syukur; (2) melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan dsb. Kata ini juga memiliki kandungan makna yang dalam. Kata terima kasih, mengingatkan kita betapa banyak setiap harinya seseorang menerima kebaikan hati orang lain. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak pula memerlukan bantuan orang lain sehingga semestinya semakin banyak menyampaikan terima kasih pada teman-teman atau keluarga yang telah memberi pertolongan.
Ironisnya, manusia seringkali lupa atau tertutup hatinya untuk merasakan bahwa nikmat dan kebaikan dari Allah dan orang lain wajib disyukuri. Kita acapkali enggan mengucapkan alhamdulillah atau terima kasih atas segala kebaikan tersebut. Kecenderungan melupakan, meremehkan, mendustakan, dan mengkufuri nikmat ini hampir dialami oleh setiap manusia. Karena itu, secara berulang-ulang Allah menegur manusia dengan firman-Nya: “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang dapat kamu dustakan? (Q.S. Ar-Rahman: 13). Orang yang enggan berterima kasih atas bantuan atau kebaikan orang lain dapat dianggap orang yang tidak tahu diri, tidak tahu terima kasih,dan tak tahu diuntung. Lebih-lebih dalam firman Allah, orang yang tidak mau bersyukur kepada Allah, akan ditimpakan siksa yang pedih.
Bersyukur merupakan ungkapan dari lubuk hati yang diliputi keimanan dan senantiasa mengingat pemberi nikmat. Perasaan itulah yang mendorong lisan mengucapkan alhamdulillahi rabbil alamin, sebagai langkah awal dari tujuan hakiki syukur yaitu mendayagunakan seluruh nikmat yang telah Allah berikan sesuai dengan kehendak dan petunjuk-Nya. Pola hidup syukur menurut Hidayat (1997) akan mengarahkan manusia menjadi berhati-hati dalam menjalani hidup. Ia senantiasa akan memanfaatkan nikmat sekecil apapun.
Manusia pada umumnya haus akan penghargaan. Jika menerima pujian tulus atau apa yang dilakukannya dinilai berhasil, mereka tidak hanya merasa dihargai secara batiniah, tetapi juga membuahkan kebanggaan tersendiri di kalangan keluarga dan teman-temannya. Hal ini akan meningkatkan penghargaan mereka pada kita sebagai pemimpin, guru, siswa, atau jabatan apapun. Siklus itu lalu akan terus-menerus mempertahankan semangat. Sekali suatu tingkat penghargaan atas prestasi diberikan, karyawan akan bertindak dan berusaha mempertahankan citra yang telah berhasil mereka ciptakan. Pendek kata, memperlihatkan sikap menghargai berarti menunjukkan apa yang Anda inginkan dan apa yang menurut kita penting dilakukan.
Beberapa manfaat
Ucapan terima kasih yang dilontarkkan secara tulus, menurut hasil riset, ternyata banyak mendatangkan manfaat. Pertama, ucapan terima kasih mampu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dalam bersikap saat menjalani sebuah relasi social yang lebih baik. Ekspresi wajah saat mengucapkan terima kasih menggambarkan kita menjadi seorang yang bertanggung jawab terhadap orang-orang di sekitar kita.
Kedua, ekspresi saat mengucapkan terima kasih menghadirkan kepuasan, kehangatan, dan keakraban sebuah hubungan sosial. Ketiga, riset paling terakhir yang dipublikasikan secara online dalam Psychological Science mencatat, ekspresi saat mengucapkan terima kasih mampu menghadirkan kekuatan komunal di dalamnya, sebuah tingkatan tanggung jawab yang mencakup orang-orang di sekitar dan lingkungan. Keempat, menumbuhkan positive thinking. Ketika mengucapkan kata terima kasih, kita terfokus pada hal yang baik yang telah dilakukan untuk kita. Hal ini membuat kita berpikir positif dan membantu kita untuk fokus pada jalan yang benar. Kondisi ini berpotensi mengubah arah peluru negatif menuju kepada pandangan positif dalam sebuah hubungan”. Kelima, menyatakan ucapan terima kasih dapat merajut dan mengikat orang-orang ke dalam hubungan timbal balik (simbiosis mutualisma).
Riset yang dilakukan Nevilla (2007), mengungkapkan, orang yang berterima kasih cenderung hidupnya lebih berbahagia, memiliki ketahanan tubuh yang kuat sehingga tidak mudah terserang penyakit, punya kualitas hidup yang lebih baik, juga membuat mereka melakukan sesuatu yang berarti, lebih punya cinta pada orang lain, lebih bahagia, lebih berenergi, lebih optimis, lebih antusias, lebih bersungguh-sungguh dalam segala hal, meluangkan waktunya untuk berolah raga, lebih sehat, mudah tidur nyenyak, dan suka menolong orang lain.