Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan untuk Semua, Tapi Tidak untuk Semua Sekolah

Diperbarui: 11 Januari 2025   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan untuk Semua, Tapi Tidak untuk Semua Sekolah

Oleh Karnita

 

Pendistribusian anggaran pendidikan yang tidak merata adalah isu yang tak kunjung reda dan selalu menjadi catatan kritis bagi sektor pendidikan. Ketimpangan ini bak bayangan hitam yang terus menggerogoti fondasi pendidikan di tanah air. Bukan rahasia lagi bahwa anggaran pendidikan, meski terus meningkat dari tahun ke tahun, seolah hanya berputar di sekitar segelintir daerah yang sudah cukup makmur. Sementara itu, daerah-daerah terpencil dan kurang berkembang masih tercenung dengan fasilitas yang terbatas dan kualitas pendidikan yang rendah. "Si vis pacem, para bellum," jika ingin kedamaian, siapkanlah perang---begitulah seharusnya sikap kita dalam menyikapi ketidakadilan anggaran pendidikan ini. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya: kita malah diam saja, membiarkan pendidikan terperosok ke dalam jurang ketimpangan.

 

Anomali ini tentu saja menjadi paradoks besar dalam sistem pendidikan kita. Di satu sisi, pemerintah berusaha mengalokasikan anggaran yang besar untuk pendidikan, tapi pada sisi lain, distribusinya justru menimbulkan ketimpangan yang mencolok. Sementara kota-kota besar mendapatkan anggaran yang cukup melimpah, sekolah-sekolah di daerah terpencil malah harus puas dengan anggaran yang jauh dari cukup. Padahal, kualitas pendidikan harusnya tidak dipandang dari segi letak geografis. Sejatinya, setiap anak Indonesia berhak mendapatkan kualitas pendidikan yang setara, apapun daerah tempat mereka tinggal.

 

Kebijakan ini berimplikasi buruk bagi kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa di daerah yang terabaikan. Siswa di daerah dengan anggaran yang terbatas sering kali terjebak dalam kondisi belajar yang kurang mendukung---kurangnya fasilitas, ketidaktersediaan sarana prasarana, hingga kekurangan tenaga pengajar yang memadai. Akibatnya, standar pendidikan yang diterima siswa di daerah-daerah ini jelas jauh di bawah rata-rata nasional.

 

Implikasi lebih lanjut dari ketimpangan anggaran ini adalah terciptanya jurang ketidaksetaraan antara pendidikan di daerah kota dengan pendidikan di daerah pedalaman. Sebagai contoh, sekolah-sekolah di kota besar bisa dengan mudah mengakses teknologi terbaru, fasilitas perpustakaan yang lengkap, hingga fasilitas olahraga yang memadai. Sementara itu, di daerah terpencil, mereka bahkan harus bertahan dengan kondisi kelas yang kurang layak. Bayangkan betapa ironisnya ini!

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline