Oleh: Karmel Simatupang
Begitu dinantikan gerakan spektakuler semua stakeholder Kawasan Danau Toba, terutama Pemerintah untuk menindaklanjuti status Danau Toba sebagai Geopark Kaldera Toba Nasional. Geopark atau taman bumi, sebuah komitmen untuk melestarikan bumi lewat fenomena geologi. Keanekaragaman hayati, budaya dan geologi kawasan dipaduserasikan menjadi wisata kreatif berbasis konservasi, yakni Geowisata Toba (Toba Geotourism).
Inilah gerakan penyelamatan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Danau Toba yang sudah diujung tanduk kerusakan ketiga komponen di atas; geo, bio dan culture diversity. Sekaligus memastikan keberadaan warisan dunia Kaldera Toba memberikan kesejahteraan dan kehidupan yang berkelanjutan bagi warga sekitar.
Tidak susah bagi pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla, memoles Geowisata Toba menjadi destinasi favorit masyarakat Asia Tenggara. Dari segi eksotisme alam, flora dan fauna, sejarah dampak global masa lalu serta sosio kulturalnya tidak ada bandingnya. Setidaknya di wilayah Negara-negara ASEAN, hingga Kawasan Asia Pasifik.
Diperlukan instruksi spesifik; seperti pembenahan langsung infrastruktur. Pertanyaannya, adakah political will khususnya pemerintah untuk menjadikan Kawasan Danau Toba sebagai idola wisata kreatif kebumian ASEAN?
Jawabannya, Pemerintahan Jokowi-JK harus melakukannya. Sumatera Utara adalah juru kunci Indonesia bagian barat. Artinya, Sumut adalah indikator. Apakah Indonesia mampu bersaing dalam pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2016, khususnya dalam bidang pariwisata. Apalagi letak geografis, geopolitik, geo-ekonomi Sumut, sangat strategis dalam konteks kawasan.
Geopark Kaldera Toba Nasional dikukuhkan Presiden SBY, 27 Maret 2014. Akan tetapi belum terdaftar sebagai anggota Jaringan Geopark Global UNESCO, setelah kalah bersaing dengan Geopark Nasional Gunung Sewu dalam Simposium Jaringan Geopark Asia Pasifik, (19/9, 2015) di San’in Kaigan, Jepang. UNESCO,seperti dikutip dari berbagai media menyimpulkan Geopark Kaldera Toba belum matang sebagai Geopark Global.
Sebagaimana dicatat dalam website Geopark Global UNESCO, bahwa keanggotaan Geopark Global adalah salah satu pengakuan internasional pada suatu kawasan Geopark yang memiliki nilai keunikan signifikan secara internasional atas fenomena morfologi, bentang alam dan geologi, yang diikuti dengan manajemen pengelolaan berbasis pembangunan berkelanjutan.
Dalam hal pengelolaan inilah Geopark Kaldera Toba kalah dari Gunung Sewu, yakni kurangnya sinergisitas Pemerintah, swasta, masyarakat lokal dan para pemerhati Danau Toba sebagai stakeholder. Padahal hal itu mutlak diperlukan, sebagai komitmen melestarikan kawasan situs geologi dan ekosistemnya. Pemerintah dengan kata lain tidak boleh tidak melibatkan masyarakat lokal terhadap pengelolaan Geopark Kaldera Toba. Sebab inti pengeloaan Geopark pada dasarnya, yakni manajemen kawasan.
Tujuan akhir Geopark adalah melestarikan bumi dan mensejahterakan warga yang hidup di dalamnya. Tujuan mulia itu dicapai, lewat aktivitas geowisata.
Salah satu contoh yang sudah giat menata diri untuk aktivitas geowisata ini adalah Pemerintah Humbang Hasundutan. Pemkab Humbahas melalui buku Geowisata Baktiraja untuk Geopark Kaldera Toba (2013), kini terus membenahi dirinya. Pertama-tama dengan menemukenali situs geologi yang terdapat di Kecamatan Baktiraja dan Paranginan, selatan Danau Toba. Membuat sign box di lokasi berupa informasi detail situs serta keterkaitannya dengan Letusan Gunung Toba.