Lihat ke Halaman Asli

Airbags Itu Pembunuh!

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Teknologi itu, dirancang dan dibuat untuk kemaslahatan manusia sebagai penggunanya. Tapi dampak dari penciptannya tak selalu seratus persen sesuai harapan. Mobil misalnya, diciptakan untuk memudahkan pergerakan manusia dan barang, sebagai alat transportasi. Tapi penggunaan yang tidak tepat, mampu menjadikan mobil sebagai senjata pembunuh yang mengerikan.

Begitu pula kelengkapan yang ada di mobil itu sendiri, termasuk kelengkapan keselamatan seperti airbags. Ketidakpahaman dan kesalahan penggunaannya, bisa menjadikan airbags justru menjadi senjata maut yang mencederai dan bahkan membunuh.

Suatu siang, di ruas tol dalam kota Jakarta, saya menyaksikan sebuah mobil Toyota Previa sedang melaju. Mobil ini tergolong bukan katagori entry level. Tepatnya, minivan kelas menengah. Ketika Previa ini semakin mendekat dari arah belakang dengan kecepatan tinggi, saya sungguh kaget. Melalui pantauan spion di dalam kabin, saya bisa menyaksikan dengan jelas, seorang balita berdiri di pangkuan di antara pengemudi dengan lingkar kemudi.

Sungguh, saya tidak mengerti apa yang ada di benak pengemudi mobil itu. Sulit membayangkan, bila harus mengerem tiba-tiba, si anak tentu akan terpental menerobos kaca depan. Lebih fatal lagi, bila terjadi tabrakan. Si anak tentu akan menjadi bantalan antara si pengemudi dengan lingkar kemudi. Tak usah saya lanjutkan, risiko apa yang akan diterima si anak.

Pada kesempatan lain, saya melihat seorang Ibu yang duduk di bangku depan sebuah mobil sedan. Si Ibu, memang memakai seat belts. Tapi di pangkuannya, duduk seorang balita yang tampak dipeluknya dengan penuh kasih sayang. Sedan dimaksud, tergolong keluaran terbaru dengan kelengkapan dual airbags. Artinya, penumpang di bangku depan juga dilindungi airbags bila terjadi benturan.

Pada kasus pertama, si pengemudi Previa mungkin ingin membahagiakan anaknya sehingga membiarkan si anak seolah-olah sedang mengemudi. Boleh jadi juga ingin pamer kepada pengguna jalan lain, bila anaknya yang balita juga bisa mengemudi. Sementara pada kasus kedua, si Ibu tentu tak tega duduk di bangku belakang dengan anaknya, sementara suaminya sendiri di depan melaksanakan tugas mengemudi. Komentar orang yang mengenalnya, pasti: “Tega amat sih, suami dijadikan seperti sopir?”

Sejak tahun 80-an, produsen otomotif mulai memperkenalkan bantalan udara keselamatan pada mobil yang kemudian dikenal sebagai airbags. Satu dekade berikutnya, giliran penumpang yang duduk di bangku depan mendapatkan jatah airbags. Kehadiran perangkat ini, ternyata mampu menyelamatkan ribuan nyawa pengemudi dan penumpang dalam berbagai kasus tabrakan mobil.

Namun, tingkat pemahaman yang rendah dalam fungsinya – meski pun jumlahnya terbilang kecil – justru airbags ini beberapa kali menyebabkan kematian yang harusnya bisa dihindari. Celakanya, itu menimpa para anak-anak yang tak lain dipicu oleh perilaku para orang tua mereka. Minimal, karena ketidaktahuan para orang tua ini.

Kejadian yang berpotensi mengundang maut ini, sebenarnya mudah dijelaskan. Airbags pada mobil, dirancang bersinergi dengan seat belts yang merupakan supplementary restraint system (SRS). Ketika terjadi benturan atau tabrakan di saat mobil melaju dengan kecepatan minimal 6 km/jam, sebuah trigger akan memicu percikan listrik yang segera membakar gas Nitrogen di dalam wadah airbags. Gas terbakar inilah yang melahirkan ledakan, membuat airbags mengembang.

Proses mengembangnya airbags, hanya perlu waktu sekitar seperduapuluh kedipan mata. Lantas bila diukur dari posisi terlipat di dalam wadahnya hingga mengembang penuh, kecepatan yang ditimbulkan oleh ledakan mencapai di atas 300 km/jam.

Bagi orang dewasa, meskipun airbag terbuat dari bahan lunak, tapi kecepatan mengembangnya itu cukup menghasilkan tamparan keras. Sementara bagi balita, tamparan ini sangat mungkin menjadi hantaman mematikan. Itu bila diilustrasikan si balita duduk sendiri di bangku depan.

Fatalitas makin tinggi, justru saat si balita dipangku. Hantaman akibat ledakan airbags, menjadi berlipat ganda oleh dorongan tubuh orang tuanya sendiri. Dorongan tubuhke arah depan sesaat terjadinya tabrakan, bertemu di tengah dengan tamparan airbags tadi. Tak pelak, si balita lah yang menjadi tameng ganda bagi orang tuanya.

Tidak percaya? Cobalah mendekap balita Anda di dada. Bentangkan kasur di lantai. Lalu sambil mendekap, jatuhkan tubuh Anda dengan posisi telungkup di kasur. Apa yang terjadi?

Upsss..., jangan dipraktekkan. Ini hanya sekadar illustrasi, bahwa airbags itu bisa menjadi pembunuh bila kita tidak paham fungsi dan cara kerjanya. Jadi, karena sayang si anak, janganlah justru Anda yang menjadi penyebab utama kematiannya.

Follow twitter: @karman_mustamin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline