Lihat ke Halaman Asli

Karla Wulaniyati

TERVERIFIKASI

Senang Membaca dan (Kadang-kadang) Menulis di karlawulaniyati.com

Mata Rantai Kurikulum, Siswa, dan E-Sports

Diperbarui: 2 Februari 2019   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Saat melihat tema topik pilihan Esports Masuk Kurikulum Pendidikan ? Respon saya agak nyureng karena ada sandingan kata kurikulum dan esports lalu kalau berhubungan dengan kurikulum maka siswa pasti terlibat di dalamnya malah menjadi pihak terpenting sebagai sasaran dari kurikulum.

Saya tahu esports pada saat Asian Games 2018 lalu sudah masuk dalam cabang olahraga yang dipertandingkan meskipun baru sebatas eksibisi tapi jika esports disandingkan dengan kurikulum dengan sasaran pelaksanaannya adalah siswa maka hal ini menyebabkan saya agak berpikir apakah esports cocok untuk dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan.

Sebab saya berpikir kecocokan esports dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan karena esports berkaitan dengan gim dan internet. Kedua hal tersebut sampai saat ini memberikan pengalaman dan contoh nyata yang tidak menyenangkan, tidak baik, bahkan sampai merusak di sekolah maupun di rumah. 

Bagaimana siswa saya banyak yang bermasalah dengan sering tidak sekolah karena lebih memilih ke warnet untuk main gim dibanding ke sekolah menjemput ilmu dan kesuksesannya. Belum lagi masalah dengan guru yang sedang mengajar dengan menyita gawai siswa karena main gim saat belajar. 

Penyalahgunaan internet oleh siswa yang digunakan untuk hal yang salah dan tidak baik contohnya untuk pornografi dan hal tidak baik lainnya. Tidak berbeda dengan di sekolah di rumah pun anak saya bermasalah dengan pembatasan main gim dan akses internet. Jadi untuk gim dan penyalahgunaan internet saya cukup mendapat pengalaman tidak menyenangkan.

Kebetulan beberapa tahun belakangan ini saya berkutat dengan kurikulum di jenjang sekolah menengah kejuruan dan mengalami kesulitan dan hambatan jika ada satu kebijakan pemerintah di bidang kurikulum yang harus diterapkan di sekolah. 

Jadi saat ada topik pilihan menyandingkan siswa, kurikulum, dan esports saya jadi tertarik untuk membuat artikelnya walau tentu hanya artikel sederhana yang berkaitan dengan hal itu. Ketiga hal yaitu siswa, kurikulum, dan esports menjadi mata rantai yang akan saling membentuk ikatan.

Beberapa waktu lalu saya melihat acara di TV ada komunitas bahkan tempat bagi para gamer untuk bermain, bertanding dan juga berlatih bagi para gamer yang akan mengikuti kompetensi. Saya baru tahu bahwa dunia gim begitu berkembang pesat dan banyak fasilitas pendukung, bahkan banyak anak muda yang memiliki mata pencaharian sebagai gamer dan mendapatkan materi berlimpah dari hasil bertanding gim. Pro player adalah  istilah bagi pemain gim yang sering mengikuti ajang kompetisi dan kini kompetisi gim malah menjadi satu cabang olahraga diberi nama esports.

Semakin berkembangnya esports secara profesional membuat Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk memasukkan esports ke dalam kurikulum pendidikan. 

Kemenpora sampai menyiapkan anggaran untuk melaksanakan kompetisi esports di sekolah-sekolah. Imam Nahrawi berpendapat bahwa esports lebih dari sekedar permainan, terdapat nilai sportivitas, saling menghargai, semangat bekerjasama, bisa membentuk kepribadian yang kuat. Untuk itu Menpora berencana mendiskusikan dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memasukkan esports ke dalam kurikulum pendidikan.

Ada beberapa sekolah di dalam dan luar negeri yang sudah memasukkan esports ke dalam kurikulum sekolahnya seperti agar Garnes Vidaregaande Skule di Norwegia, Colombia College, University of California, Bina Bangsa School di Malang, SMA 1 PSKD Jakarta Pusat. (kissfmmedan.com). Namun apakah sudah saatnya pemerintah memasukkan esports dalam kurikulum pendidikan ?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline