Lihat ke Halaman Asli

Karla Wulaniyati

TERVERIFIKASI

Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Nilai Raportku Tidak Cemerlang

Diperbarui: 15 Desember 2018   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : Dokpri

Sabtu pagi ini manis sekali. Mentari ramah saat muncul, udara sejuk, air lancar mengalir yang membuat acara mencuci bebas hambatan --- untuk saya air lancar dan acara cuci mencuci tanpa hambatan itu berkah ... Hehehe ---  dan yang membuat jadi manis sekali adalah liburan sudah dimulai ... Horeeee.

Saya jadi ingat beberapa hari lalu si bungsu dibagi raport. Yang masih mengalami raport dan permasalahannya tinggal si bungsu yang sekarang kelas X SMA karena si sulung sudah semester 3 kuliahnya jadi tidak repot oleh raport lagi.

Saat pembagian raport diambilkan oleh ayahnya. Setelah pekerjaan saya di sekolah selesai saya baru melihat raport si bungsu.

Si bungsu berulangkali bertanya apa saya ibunya dan ayahnya kecewa dengan nilai raportnya padahal berulangkali juga saya dan suami bilang padanya kami bangga atas pencapaian nilainya yang penting dia bisa mengikuti pelajaran dan sudah sebaik mungkin dalam belajar.

Dia lalu cerita bahwa teman-temannya kena marah orang tuanya karena nilai raport tidak sesuai harapan dan dia heran kenapa saya dan suami tidak marah seperti orang tua yang lain padahal menurutnya nilainya tidak cemerlang seperti teman yang nilainya besar --- nilai yang didapat si bungsu paling kecil 80 --- dan lagi ada teman dekatnya masuk 10 besar sedangkan si bungsu tidak dapat rangking sama sekali.

Rangking sampai sekarang memang masih menjadi perbincangan seru saat pembagian raport. Tapi saya tidak bisa ikut perbincangan masalah rangking karena anak-anak saya jarang mendapatkan rangking yang bergengsi.

Saya tidak pernah mengharuskan mereka mendapatkan rangking asal mereka bisa mengikuti pelajaran di sekolah, belajar dan berusaha sebaiknya itu sudah cukup.

Saya tidak mau mereka sejak dini sudah dibebani yang sebenarnya saat mereka nanti bertemu dunia nyata --- saat mereka bertanggungjawab sepenuhnya pada diri mereka sendiri --- rangking tidak sepenuhnya membantu mereka menyelesaikan kesulitan hidup yang dihadapi.

Untuk mendapatkan rangking anak kadang tertekan dengan berbagai hal, sekolah yang sudah sangat melelahkan tidak jarang sampai senja setelahnya harus ikut les, di rumah masih harus belajar sampai larut malam semua itu dilakukan untuk menebus agar mendapat rangking bergengsi.

Yang menyedihkan adalah kalau anak sudah berusaha sekuat tenaga tetapi ternyata tidak mendapat rangking berakibat anak kena sidang dan kemarahan orang tua.  

Tidak jarang anak mendapatkan rangking yang bergengsi sebenarnya sebagai pemenuhan kebutuhan orang tua agar terlihat menjadi orang tua yang berhasil karena memiliki anak pintar terbukti dengan mendapat rangking.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline