Lihat ke Halaman Asli

Rencana Indah untuk Perjalanan Penuh Berkah

Diperbarui: 24 Desember 2019   23:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.danamon

Bagi saya umrah dan berhaji itu bukan hanya sekedar keinginan tapi impian yang harus diperjuangkan dan saya yakin bisa kesana apapun rintangan atau tantangannya. Tidak peduli berapapun biayanya, tidak juga resah dengan waktu tunggu yang cukup panjang. Setidaknya pola pikir, niat, dan keyakinan itulah yang saya tanamkan sejak dulu.  

Kenapa sebegitu yakinnya sedangkan banyak diantara kita yang tidak yakin bahkan menyerah? Ketika ada pertanyaan itu jawaban pertama saya adalah karena Allah Maha Besar. Ketika kita yakin, Allah pasti akan memberikan kita rezeki dan pertolonganNya. Kedua, berhaji untuk menyempurnakan keislaman kita. Memang, berhaji diperuntukkan bagi yang mampu, mampu secara biaya maupun fisik.  Tapi bukan berarti kita angkat tangan begitu saja bukan? Kita sebagai manusia wajib berikhtiar semaksimal mungkin untuk menjemput panggilanNya.

Alhamdulillah umrah dan haji menjadi salah satu bucket list pencapaian saya dan suami dalam setiap tahunnya. Masih ingat sekali dalam benak saya, ketika 3 tahun setelah kami menikah, keinginan saya untuk umrah dan berhaji semakin kuat. Sampai-sampai saya membolak-balikkan "surat cinta" yang sudah dua kali saya tulis untuk Allah, tulisan yang berisi tentang impian-impian saya. Ternyata suamipun merasakannya.  Entah karena banyak permasalahan yang sedang kami hadapi, terutama dalam hal orang tua, keturunan dan usaha yang sedang kami jalankan saat itu. Kami memandang impian untuk menjalankan umrah dan haji bukan lagi semata dua alasan yang sempat saya utarakan sebelumnya. Lebih dari itu, kami menginginkan umrah dan haji merupakan sebuah upaya kami untuk menempuh perjalanan menuju cintaNya, mendapatkan kembali hati yang penuh dengan penghambaan kepadaNya, serta meraih keridhoan dan keberkahan hidup dariNya. Saya sendiri menyebutnya sebagai proses untuk menyelami iman dan islam dengan harapan sekembalinya kami dari sana akan ada perubahan dalam nilai-nilai ibadah kami di mata Allah, mabrur dan mabrurah. Iya, kami tidak ingin hanya berfokus pada rangkaian ritual ibadahnya saja. Tapi harus mampu memahami esensi dan menangkap hikmah dibalik ibadah tersebut.

Waktu itu, jelas sekali kami belum punya biaya yang mencukupi untuk kami berdua daftar umrah ataupun haji. Tapi hal itu tidak lantas menyurutkan tekad kami. Mintalah doa kepada siapapun terutama yang hendak berangkat ke Tanah Suci. Kita tidak pernah tahu doa siapa yang akan mengantarkan kita meraih mimpi. Lakukan tanpa tapi tanpa nanti. Kami memintanya dari saudara, kerabat, rekan kerja, tidak terkecuali orang tua yang diberikan kesempatan dan rezeki beribadah haji pada tahun 2017. Saya titipkan "surat cinta" yang saya buat pada mereka untuk dibacakan setiap saat khususnya di depan Masjidil Haram.

Masya Allah Tabarakallah 2 tahun setelah itu, doa kami terkabul. Kami berangkat umrah di awal tahun 2019. Allah turunkan rezeki tidak terduga dan tidak disangka, bahkan rasanya berlipat ganda karena tidak hanya saya dan suami saja yang berangkat tetapi juga bersama adik dan adik ipar. Rasanya bahagia. Selama 9 hari perjalanan umrah kami disana, tidak terhitung  nikmat dan banyaknya hikmah yang kami peroleh. DirumahNya kami dapatkan hati yang tenang dan tentram yang seketika melembutkan hati kami untuk senantiasa bermuhasabah. Melalui jejak sejarah Rasul yang kami lewati sangat terasa bahwa cinta Rasul  kepada umatnya merupakan sebuah tanggungjawab yang tulus, ikhlas, abadi sepanjang masa. Dan kami sadar betapa kecil dan sudah sepatutnya seorang hamba senantiasa merendahkan diri memohon ampun, pertolongan, dan kasih sayangNya. Pantas saja banyak yang rindu kembali menginjakkan kaki ke Tanah Susi. Rasanya memang luar biasa nikmat.

Selepas pulang umrah, bukan berarti kami lupa impian kami untuk berhaji. Kami terus berupaya mewujudkannya. Betul, saat ini tantangan yang sedang dihadapi calon haji jamaah Indonesia adalah waktu tunggu yang semakin panjang. Tidak sedikit yang akhirnya memilih umrah saja daripada harus berlama-lama pergi haji. Padahal pandangan tersebut keliru, jelas sekali umrah dan haji tidak dapat saling menggantikan satu sama lain. Umrah sering dikatakan sebagai haji kecil tapi tidak bisa menyempurnakan rukun islam. Ada beberapa rukun haji yang tidak ada dalam umrah dan hanya bisa dilakukan pada waktu yang sudah ditentukan pada saat berhaji, hal tersebut tidak bisa ditinggalkan dan diulangi. Sedangkan umrah bisa dikerjakan kapan saja sekalipun diluar waktu berhaji. Rasa pesimis biasanya muncul dari orang tua yang sudah renta, tapi tidak sedikit kaum muda pun berpikiran sama. Dan ternyata pesimisme muncul bukan hanya karena masalah waktu tunggu saja, melainkan juga dari segi biaya. Sangat disayangkan, padahal motivasi berhaji seharusnya tetap kita tanamkan apapun kondisinya. Masalah apakah kita sampai pada waktu keberangkatannya atau tidak, itu bukan lagi hal yang harus kita pikirkan atau khawatirkan. Salah satu kunci atau prinsip yang kami pegang, yaitu mendahulukan daftar haji diatas kepentingan lainnya. Jadi saat kami dimampukan, dalam hal biaya, maka kami mengesampingkan dulu kebutuhan lain yang sifatnya memang bisa ditangguhkan. Hal ini tentu tidak lepas dari sebuah perencanaan. Kami membuat perencanaan sedini mungkin sebagai bentuk ikhtiar terbaik. Perencanaan tersebut bisa dibuat dalam skema sebagai berikut :

Biaya yang dibutuhkan untuk satu orang daftar haji adalah Rp 25.000.000. Biaya ini digunakan untuk mendapatkan porsi haji. Sedangkan untuk pelunasan baru bisa dibayarkan ketika akan berangkat. Pertama, tentukan kapan akan mendaftar. Kalau ternyata berencana mendaftarkan diri 5 tahun dari sekarang, yaitu bulan Januari 2025. Maka besarnya biaya porsi haji Rp 25.000.000 dibagi 5 tahun, maka setiap tahunnya harus menyisihkan sebesar Rp 5.000.000 atau Rp 417.000.000 per bulan. Setelah nanti melakukan pendaftaran, skema ini tetap bisa dilanjutkan untuk perencanaan pelunasan haji dan bekal.  Bayangkan, jika mendapatkan porsi haji untuk tahun 2042, berarti rentang waktu saat mendaftar ke pemberangkatan adalah 17 tahun. Selama 17 tahun itu bisa mengumpulkan biaya pelunasan dan juga bekal. Misal, biaya yang dibutuhkan untuk melunasi sisa ongkos haji sebesar Rp 7.000.000 ditambah keperluan lainnya sebesar Rp 10.000.000, total Rp 17.000.000 dibagi 17 tahun, maka cukup menganggarkan Rp 1.000.000 per tahun atau Rp 83.000 saja per bulan.

Tidak perlu merasa bingung, saat ini banyak produk bank syariah yang dapat mendukung perencanaan berhaji. Salah satunya Tabungan Rencana Haji iB. Tabungan tersebut menyediakan fasilitas yang memudahkan setiap nasabahnya menyimpan dana haji yang sudah disiapkan setiap bulannya melalui pendebetan otomatis dari rekening utamanya. Jadi tidak perlu harus bolak balik ke bank atau khawatir lupa bahkan tanpa takut dananya terpakai, bank akan mengunci dana haji sesuai jumlah setoran dan waktu yang sudah ditentukan oleh nasabah. Jika dana yang terkumpul sudah mencukupi biasanya bank akan mengirimkan notifikasi.

Bagaimana, ringan, mudah, dan nyaman kan? Seharusnya dengan perencanaan yang matang,  tidak ada lagi alasan  untuk menunda apalagi mengurungkan diri untuk daftar haji. Selagi muda, kita harus berusaha memantaskan diri untuk bisa berhaji. Seperti firman Allah dalam Q.S Ali Imran ayat 97 berikut ;

"Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta."

Semoga Allah senantiasa memampukan kita semua untuk bisa melaksanakan ibadah haji maupun umrah. Aamiin ya Rabbal 'alamiin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline