Lihat ke Halaman Asli

karina widiasti

mahasiswa Universitas Airlangga

Alpha Girls: Bentuk Upgrade Diri Perempuan atau Hanya Sebuah Pilihan?

Diperbarui: 14 Juni 2023   05:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

flickr.com

Membicarakan tentang “Alpha Girls”, salah satu istilah yang sempat booming belakangan ini. Menurut buku “The Alpha Girl’s Guide”, Alpha Girls adalah awal dari Alpha Female. Alpha Female adalah perempuan-perempuan yang berada di puncak karena prestasi dan attitude-nya. Mereka dihormati dan disegani, baik oleh perempuan maupun laki-laki. Mereka percaya diri dan mengoptimalkan potensinya. Itulah definisi “Alpha Female” dalam buku the Alpha Girl’s Guide”

Membicarakan perempuan, apa yang terbesit dalam benak kita ketika mendengar kata “perempuan”? Beberapa dari kita mungkin menjawab dengan kata “ibu”. Beberapa yang lain bisa saja menjawab dengan kata “cantik”, “dapur”, atau “memasak”. Lalu muncul pertanyaan selanjutnya, apakah peran perempuan hanya sebatas ibu rumah tangga ataukah mampu berkarya dan berdaya dalam kehidupan masyarakat?

Sering kali kita mendengar pertanyaan "ngapain cewek harus berpendidikan tinggi? Ujung-ujungnya juga di dapur sambil ngurus anak!". Sungguh miris mendengar pertanyaan tersebut di abad 21. Parahnya lagi kita yang terpengaruh dengan opini tersebut, lantas ikut mempertanyakan ”apakah iya cewek harus berpendidikan tinggi jika ujung-ujungnya di dapur?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita mengingat kembali ke masa 1 abad yang lalu. Bagaimanakah peran perempuan dalam kemerdekaan Indonesia pada saat itu?  RA Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika adalah tiga wanita dari sekian banyak pahlawan wanita pejuang kemerdekaan. Bukankah perjuangan mereka cukup menjadi bukti bahwa perempuan pun dapat berkontribusi dalam masyarakat? Sayangnya stereotipe masyarakat tentang perempuan sungguh memilukan. Stereotipe-stereotipe tersebut menjadi ruang pembatas bagi perempuan untuk berkarya.

Seorang perempuan dianggap kurang cocok jika berjiwa kepemimpinan, berpendidkan tinggi, atau bahkan menjadi independent woman. Mereka dicap tidak akan bisa menjadi istri dan ibu yang baik bahkan sulit mendapatkan jodoh padahal mereka hanya sedang berusaha meningkatkan kualitas diri mereka. Sementara lelaki akan sangat bagus jika berjiwa kepemimpinan, berpendidikan tinggi, dan independent. Sungguh miris bukan? Padahal bertahun tahun lalu, RA Kartini telah menyerukan hak emansipasi wanita tetapi nampaknya yang masih terjadi hingga kini bertolak belakang dengan topik yang beliau suarakan. Tidak sepenuhnya namun masih terjadi hal demikian.

Sekarang mari kita bermain permisalan. Ibarat sebuah tas limited edition yang dibuat dari bahan berkualitas dan diproses dengan baik maka semakin mahal pula tas tersebut, sulit didapat dan menjadi incaran banyak orang. Selain itu, hanya orang tertentu yang mampu membeli tas tersebut. Bayangkan tas limited edition ini sebagai seorang perempuan. Dengan demikian, seharusnya perempuan tidak perlu khawatir perihal jodoh karena jodohmu adalah orang yang memang pantas menerima kualitas dirimu. Perempuan berkualitas bukan susah berjodoh melainkan susah ditaklukan lelaki.

Perempuan Indonesia harus pandai menyuarakan haknya. Kita punya Pancasila sebagai simbol yang di dalamnya termuat bagaimana hak asasi manusia harus ditegakkan. Sebuah privilege nyata bagi kita untuk melanjutkan cita-cita ibu Kartini yang masih relevan hingga kini yaitu menjadikan perempuan Indonesia yang berpendidikan dan mampu berkarya. Sebut saja Maudy Ayunda, Nadira Afifa, Zhafira Aqyla, Fathia Fairuza yang merantau di negeri Paman Sam untuk melanjutkan cita-cita Ibu Kartini. 

Termotivasi dan senang rasanya melihat daily life, capaian, dan semangat mereka melawan stereotipe masyarakat tentang perempuan. Apalagi mereka mendapat dukungan penuh dari orang tua, suami, atapun orang terdekat mereka. Hal seperti inilah yang sudah sepantasnya kita tiru karena perempuan yang berpendidikan dan berwawasan luas mampu memunculkan generasi emas bagi Indonesia emas tentunya. Perempuan yang cerdas akan melahirkan gerenasi penerus yang cerdas pula. Selain itu, perempuan yang cerdas memaksa laki-laki menjadi cerdas seperti kata penulis Henry Manampiring.

Henry Manampiring atau yang akrab disapa sebagai “Om Piring” dalam bukunya yang berjudul “The Alpha Girl’s Guide”, menjawab pertanyaan netizen tentang alasan kuat mengapa perempuan harus berpendidikan tinggi walaupun berujung hanya menjadi ibu rumah tangga. Dalam buku nya itu, beliau menjawab, “Karena sesudah menikah 10 tahun dan suami lo memutuskan:

  • punya simpanan perempuan yang 20 tahun lebih muda, atau
  • pengin nikah lagi dan lo dimadu, atau
  • menceraikan lo untuk nikah lagi, maka

dengan pendidikan tinggi, lo masih bisa mandiri dan ngga psrah menangis memohon dia mengasihani lo dan tetap menafkahi lo. Malah lo bisa menendang dia dari hidup lo. Perempuan berpendidikan tinggi punya kemampuan mandiri sebagai backup plan.” Kata beliau alasan terutama mengapa perempuan harus berpendidikan adalah “dalam hidup ini tidak ada yang pasti”.

Sedikit tertawa puas membaca jawaban beliau. Jawaban tadi rasanya seperti sekakmat bagi mereka yang menyepelakan pentingnya pendidikan bagi perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline