Lihat ke Halaman Asli

KARINA SETYA

Sedang menempuh kuliah profesi guru

Konteks Sosial Budaya Dalam Pemikiran Ki Hajar Dewantara; Perspektif Pendidikan

Diperbarui: 18 Januari 2023   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Jika berkaca dalam praktik pendidikan sebelum kemerdekaan, pembelajaran yang diterapkan di dunia pendidikan hanya diberikan untuk kaum bangsawan. Kaum bangsawan yang mendapat pendidikan nantinya akan mengajarkan ilmunya kembali kepada rakyat Hindia Belanda. Dalam hal ini, pemerintah Hindia Belanda menyediakan sekolah profesi untuk memenuhi kebutuhan yang saat itu memerlukan guru dan dokter. Pendidikan yang didapatkan bangsawan Indonesia semata-mata untuk mencari keuntungan untuk menyukseskan orang Hindia Belanda. Selebihnya untuk rakyat hanya diberikan pendidikan menulis, membaca, dan menghitung seadanya.

Namun kini, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin berkembang dan banyaknya kebutuhan terkait membuat pendidikan adalah permasalahan utama dan harus dijadikan fokus perhatian. Terlebih, di era digital yang menghasilkan informasi, pengetahuan, sumber belajar sangat melimpah dan beragam, serta bebas diakses dengan mudah sangat memungkinkan bagi setiap orang termasuk peserta didik untuk belajar merdeka. Di samping itu, memungkinkan berkurangnya peran sekolah, guru, dan orang tua dalam proses belajar memungkinkan berkurangnya aturan penyeragaman yang cenderung menjadi belenggu, tekanan, dan paksaan bagi peserta didik. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan motivasi, rasa ingin tahu, keberanian, dan rasa percaya diri untuk berekspresi dan berkreasi.

Kaitannya dengan hal tersebut, pembahasan tentang pendidikan yang membahas mengenai bagaimana hubungan perspektif sosio kultural dalam pendidikan Indonesia. Hal ini menjadi bagian dari pengaruh luar diri yang kearifan lokal sosial budaya Indonesia dalam artian seperti budaya masyarakat sekitar. Misalnya, jika seorang anak berada dalam lingkungan keluarga yang menempuh pendidikan hingga jenjang tinggi pasti akan menimbulkan motivasi baginya. Jika dihubungkan dengan konsep pemaparan semboyan Ki Hajar Dewantara, permasalahan tersebut akan berhubungan dengan adopsi sejati nilai kemanusiaan pada konteks sosial budaya. Terlebih, kekuatan sosial budaya Indonesia yang beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik.

Jika ditarik dari konsep yang dipaparkan Ki Hajar Dewantara, hubungannya dengan konteks sosial budaya dikembangkan secara lebih luas pada sistem among. Sistem ini menyatakan jika songkongan kodrat alam anak-anak yang kita didik dapat mengembangkan hidupnya, baik lahir dan batin menurut kodratnya sendiri sendiri. Sifat among ini berkaitan dengan kodrat alam dan merdeka sehingga nantinya akan menjadi contoh tentang baik dan buruk tanpa harus mengambil hak murid agar bias tumbuh dan berkembang dalam suasana batin yang merdeka sesuai dengan dasarnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa peran pendidikan yang menjadi faktor lingkungan rumah sangat dibutuhkan dalam pembentukan kodrat anak sendiri. Terlebih dalam praktiknya saat ini, penerapan kurikulum mereda dengan asas profil pelajar pancasila akan mewujudkan seorang anak yang berkarakter dan nantinya akan menghasilkan SDM yang berguna bagi bangsa. Dengan begitu, antara pendidikan, sosial, dan budaya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan karena saling berkaitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline