Lihat ke Halaman Asli

Karina Anggita

Life enthusiast

Merayakan Hidup, Merayakan Usia

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Shocked.. itu reaksi spontan saya saat membaca liputan di
VOA Indonesia , tentang Tamae Watanabe, wanita 73 tahun yang sukses mencatatkan dirinya sebagai pendaki tertua Everest. Kok bisa-bisanya, nenek dari Jepang ini mendaki puncak setinggi 8.850 meter, lha saya yang masih 20 tahunan saja, tidak sanggup memanjat tangga yang hanya ratusan centimeter tingginya. Haha saya kalah telak dengan oma satu ini. Di benak saya, di usianya yang senja ini, nenek Watanabe seharusnya berada di rumahnya yang hangat, sambil merajut menemani cucunya. Bukan malah berjibaku dengan hawa dingin dan memaksakan kaki rentanya untuk menapak di puncak Everest. Liputan ini mengingatkan saya tentang anak 13 tahun yang menjadi pendaki termuda, lagi-lagi di Everest.

73 tahun dan 13 tahun. Tua dan Muda. Saya berada di antara mereka, dan saya hanya bisa menghela nafas melihat aksi mereka. Jelas mereka punya keberanian, nyali. Hmmm, menarik, jangan-jangan saya tidak punya nyali? Entahlah, karena saya agak kesulitan membedakan antara nyali dengan nekat. Nyali untuk orang lain, bisa dianggap nekat untuk orang lainnya. Setidaknya begitulah pemahaman saya. Bagi nenek Watanabe, dia pasti merasa punya nyali, keberanian besar untuk mendaki di usianya yang sudah sepuh itu. Bagi saya, beliau bisa dibilang nekat, 73 tahun dan mendaki! Bagaimana kalau fisiknya kelelahan, lalu jatuh? Bagaimana kalau beliau hiportemia? Bagaimana dan masih banyak bagaimana lainnya.

Tapi jujur, Saya syok karena saya seperti tersadar, saya hanya berjalan di tempat. I guess I’ve been living in my comfort area since forever. Menjalani kehidupan yang bisa dibilang standar. Padahal saya punya banyak mimpi. Haha, yes I dream a lot. I’m dreaming all day long. Mulai dari mimpi kecil sampai mimpi besar, bahkan memimpikan semua mimpi saya terwujud. Tapi toh, saya hanya bermimpi. Saya tidak punya nyali atau kenekatan seperti nenek Watanabe untuk mewujudkan mimpi saya, bahkan mimpi yang sederhana sekalipun. Iya, saya tahu, seharusnya saya bangun, cuci muka dan berjuang mewujudkan mimpi itu. Yang terjadi, saya hanya menunggu, menunggu usia yang tepat untuk mewujudkan mimpi saya. Secara tidak sadar, saya selalu menunda dengan membuat alasan untuk diri sendiri, “nanti kalau usia segini baru belajar naik motor..nanti umur segini baru mulai belajar bahasa Jepang, nanti umur segini baru serius hafalin tenses, nanti…nanti…dan nanti” Hasilnya? Tidak ada. Karena saat usia yang ditargetkan tiba, selalu muncul alasan lain. Saya tidak pernah punya nyali atau kenekatan atau apapun itu namanya untuk mendorong saya melakukan langkah kecil menuju impian saya, padahal saya benar-benar ingin meraihnya. Harus saya akui, nyali untuk nekat atau nekat untuk bernyali memang dibutuhkan. Efeknya seperti bahan bakar yang membuat mesin dapat berjalan. Tanpa itu selama ini saya ternyata terlihat konyol, hanya nampak bagaikan pungguk merindukan bulan.

Iya, saya ini malu, kalau nenek Watanabe, di usianya yang 73 tahun saja tetap berjuang meraih impiannya mendaki puncak Everest, saya juga mau seperti beliau. Saya sudah bertekad, untuk nekat saja mewujudkan mimpi-mimpi saya, tidak peduli berapa usia saya. Saya mau merayakan hidup, keluar dari area nyaman yang selama ini saya tinggali, saya mau merayakan usia saya yang keberapapun dengan melangkahkan kaki menuju impian saya. Banyak impian-impian kecil maupun besar yang sudah membeku karena terlalu lama disimpan, dan karena impian tidak pernah kadaluarsa, saatnya menghangatkan mereka kembali. Hmm. It sounds Yummy!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline