Lihat ke Halaman Asli

Sekilas Cerita Pak Winarno: "Kebutuhan Dasar Tercukupi, Untuk Kaya Susah"

Diperbarui: 15 Desember 2022   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: dokumen pribadi

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, di mana matahari sedang berada di puncaknya. Terdengar sautan tawa dari sekumpulan lelaki paruh baya berseragam biru yang terduduk di selasar stasiun sembari berbagi sebungkus gorengan diiringi dengan satu kalimat yang cukup menarik perhatian telinga.

"Ini dia yang bikin semangat kerja." ucap salah satu lelaki paruh baya tersebut dengan intonasi suara yang riang sembari mengangkat gorengan tersebut, mengekspresikan rasa syukur yang sederhana. 

Mereka adalah kuli angkut stasiun kereta yang lebih kita kenal dengan sebutan porter. Mungkin kita sudah tidak asing dengan kata porter itu sendiri. Sebuah pekerjaan di mana mereka menawarkan jasa angkut barang kepada para penumpang kereta api di stasiun. Akan tetapi, tahukah kalian bahwa satu-satunya sumber penghasilan mereka adalah uluran tangan dari kita?

"Kebanyakan pelanggan sekarang butuh bantuan kami bukan karena kebanyakan barang bawaan mbak, tapi karena mau bagi rezeki saja, entah mungkin iba melihat kami atau bagaimana saya nggak ngerti." ujar Pak Winarno, 50 tahun, kepada kami ketika kami mewawancarai beliau. 

Setiap hari, Pak Winarno mengawali pagi dengan rasa optimis yang menemani langkah beliau. Dengan keyakinannya, beliau tidak ingin menyia-nyiakan sedikitpun waktunya dalam mengais rezeki untuk menghidupi keluarganya di rumah. Penumpang kereta pertama, Argo Lawu yang tiba pukul tiga pagi menjadi harapan baru bagi Pak Winarno dan rekannya setiap hari. Dari sebelum matahari terlihat hingga sudah tidak terlihat, Pak Winarno memanfaatkan waktunya untuk mencukupi kehidupan beliau dan keluarganya. Hal ini sudah lama beliau geluti tiap harinya selama kurang lebih 19 tahun. 

"Saya udah kerja kaya gini dari sebelum saya menikah sampai anak saya udah 3," tambahnya. 

Pak Winarno juga menyebutkan bahwa beliau tidak melakukan kerja sambilan apapun. Beliau menggantungkan nasibnya hanya sebagai porter selama belasan tahun, sampai akhir pandemi Covid-19 melanda. Setelah adanya larangan pengoperasian kereta jarak jauh, menjadi porter saja tidak dapat menghidupkan keluarga di rumah. Maka dari itu, beliau terpaksa mencari pekerjaan lain agar keluarganya tetap dapat melanjutkan hidup. 

"Kalo hari biasa sih saya bisa dapet sekitaran satu juta sampe satu setengah juta per harinya mbak," ujar Pak Winarno. "Makanya saya bilang kalo buat hidup sehari-hari mah cukup tapi kalo untuk kaya susah."

Dengan tidak adanya tarif minimal serta tidak adanya gaji bulanan tetap dari PT KAI, Pak Winarno masih merasa pendapatannya sebagai seorang porter sudah mencukupi hidupnya dan keluarganya, terlebih saat liburan tiba. Beliau mengatakan saat liburan tiba, pendapatannya dapat naik setidaknya dua kali lipat dari biasanya. Rasa syukur turut mengikuti pernyataan yang diucapkan oleh Pak Winarno. 

Begitu sederhana Pak Winarno dan harapannya kepada PT KAI. Dengan tetap memikirkan kesejahteraan penumpang kereta, Pak Winarno berharap PT KAI terus memperbaiki kinerjanya agar penumpang kereta semakin ramai dan menggunakan jasanya sehingga ia dpat memenuhi kebutuhan istri dan buah hatinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline