Dalam era revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini, pekerjaan semakin terhubung dengan teknologi dan semakin berubah dengan cepat. Namun, bersamaan dengan perkembangan teknologi, muncul pula tantangan baru bagi kesehatan dan keselamatan kerja, salah satunya adalah meningkatnya risiko penyakit tidak menular pada pekerja.
Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan gangguan pernapasan adalah penyakit kronis yang tidak menyebar dari orang ke orang, dan seringkali disebabkan oleh faktor gaya hidup seperti kurangnya aktivitas fisik, merokok, atau pola makan yang tidak sehat. Namun, pekerjaan yang menuntut tingkat stres yang tinggi, kurangnya istirahat yang cukup, dan lingkungan kerja yang tidak sehat juga dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular pada pekerja (Bachri and Muliyati, 2021).
Di Indonesia, penyakit tidak menular sudah menjadi penyebab utama kematian. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2019, 74% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit tidak menular adalah masalah serius yang harus diatasi, termasuk di tempat kerja. Dari data yang disimpulkan International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 di prevalensi diabetes di dunia mencapai 9,3% dengan dari total penduduk di usia yang sama.
Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat ke-3 kejadian diabetes mellitus tertinggi dengan prevalensi sebesar 11,3%. Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi yang dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang seperti kerusakan saraf, kerusakan ginjal, dan masalah jantung. Berdasarkan penyebabnya, diabetes terbagi menjadi 4 tipe yaitu, DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestasional, dan DM tipe lain. Pada kondisinya, individu dengan diagnosa diabetes mellitus tidak terdeteksi dari awal. Sehingga seringkali seseorang datang ke pelayanan kesehatan saat telah mengalami komplikasi (Rahayu, Arman and Gobel, 2022).
Di era revolusi 4.0, peningkatan teknologi dan kehidupan yang semakin sibuk dapat menyebabkan pola hidup yang tidak sehat dan meningkatkan risiko terkena diabetes pada pekerja. Beberapa faktor yang dapat memperburuk risiko diabetes pada pekerja di era revolusi industri 4.0 antara lain:
1) Kurangnya aktivitas fisik: Teknologi seperti komputer dan smartphone telah membuat pekerja semakin banyak duduk di depan layar, dan hal ini dapat memperburuk risiko diabetes. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penumpukan lemak dan membuat tubuh lebih sulit untuk mengontrol kadar gula darah.
2) Makanan cepat saji: Pola makan yang tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan cepat saji, dapat meningkatkan risiko diabetes. Makanan cepat saji biasanya mengandung banyak gula, garam, dan lemak yang tidak sehat, dan dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
3) Stress: Peningkatan tuntutan dan tekanan kerja dapat menyebabkan stres pada pekerja, yang dapat memperburuk risiko diabetes. Stres dapat meningkatkan kadar gula darah dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengontrol gula darah.
Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan dapat mengimplementasikan program kesehatan dan keselamatan kerja yang lebih holistik. Program ini dapat mencakup pemeriksaan kesehatan berkala, pelatihan tentang gaya hidup sehat, program kebugaran dan olahraga, dan perbaikan lingkungan kerja yang lebih sehat dan nyaman.
Selain itu, perusahaan juga dapat menggunakan teknologi untuk memantau kesehatan para pekerja. Misalnya, perusahaan dapat menggunakan sensor yang terpasang di pakaian kerja untuk memantau aktivitas fisik, detak jantung, dan tingkat stres para pekerja. Dengan demikian, perusahaan dapat mengidentifikasi risiko penyakit tidak menular pada pekerja secara lebih cepat dan memberikan intervensi yang tepat (Gayatri et al., 2019).
Hal yang dapat dilakukan pekerja untuk mengurangi risiko diabetes pada pekerja di era revolusi secara mandiri, antara lain: