Prihatin terhadap penggunaan formalin dan tingginya angka pengangguran, mahasiswa UNAIR memberikan pelatihan wirausaha dengan "menyulap" limbah kulit siwalan menjadi pengawet ikan alami pada remaja di Dusun Ngareng, Desa Jatimulyo, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban
Perkembangan teknologi dan kemajuan zaman seharusnya dapat memberikan dampak positif dengan adanya kemudahan akses informasi. Terutama seputar kesehatan dan peluang pekerjaan yang lebih luas. Namun tidak sedikit masyarakat masih mengabaikan, sehingga masih banyak risiko buruk terhadap kesehatan, salah satunya penggunaan formalin sebagai pengawet makanan.
Banyaknya pengangguran pada remaja di Dusun Ngareng tersebut juga memberikan sumbangsih terhadap peningkatan angka kemiskinan di Kab. Tuban yang mulanya 196.590 pada tahun 2015 menjadi 198.350 jiwa pada tahun 2016 (BPS Provinsi Jawa Timur).
Melihat fenomena itu, Ika Zulkafika Mahmudah, Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga beserta 4 anggotanya yang berasal dari Tuban ikut prihatin dan berinovasi memberikan pelatihan kewirausahaan kepada remaja di wilayah itu dengan memanfaatkan pengawet dari bahan alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan.
Keberadaan limbah kulit siwalan yang menjadi masalah kebersihan di Tuban karena dibiarkan berserakan tanpa diolah oleh masyarakat, ternyata mengandung zat kimia yang dapat diolah menjadi pengawet alami. Hal ini memberikan jawaban bagi Ika Zulkafika Mahmudah, Tutut Dwi Cahyati, Teguh Dwi Saputro, Inas Pramitha Abdini Haq, dan Sutra Mahardika semakin menguatkan tekadnya melaksanakan pengabdian masyarakat ini.
Pengabdiannya itu kemudian dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian masyarakat (PKMM) dan berhasil lolos untuk meraih pendanaan dari Kemenristek Dikti, dengan judul "BILQIS (Bio Liquid Smoke): Pemanfaatan Asap Cair Dari Kulit Siwalan sebagai Pengawet Ikan dalam Upaya Menciptakan Peluang Usaha Baru Masyarakat Dusun Ngareng, Desa Jatimulyo, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban".
"Ide ini berawal dari teman saya, Teguh yang melihat banyaknya kulit siwalan berserakan di tepi jalan. Dia mengusulkan bagaimana kalau dijadikan asap cair saja, pasti lebih berguna untuk masyarakat. Tentu saja kami sependapat," kata Ika Zulkafika M, ketua tim PKMM.
Proses pembuatan asap dilakukan dengan pembakaran melalui tabung yang disebut Pirolisator,lalu asapnya diembunkan menjadi zat cair dan disuling untuk dihasilkan tiga tingkatan asap cair. Tingkat 1 adalah paling bagus dan bisa digunakan sebagai pengawet makanan. Sedangkan untuk pengawet ikan digunakan asap cair tingkat 2.
"Kami memilih Dusun Ngareng Desa Jatimulyo Kec. Plumpang Kab. Tuban karena terdapat banyak limbah kulit siwalan. Selain itu Tuban merupakan wilayah di jalur pantara Jawa yang terkenal dengan hasil lautnya. Agar ikan hasil tangkapan tidak cepat yang busuk, nelayan menggunakan pengawet formalin, garam, dan es batu yang lebih mahal, tidak praktis dan efisien. Namun mayoritas masih banyak yang menggunakan formalin karena dianggap paling murah dan tahan lama," ujar Teguh, anggota tim.
Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa program dengan sasaran Karang Taruna. Tahap pertama yaitu BILQIS On Trainingdilakukan selama dua tahap. Tahap pertama memberikan pengetahuan manfaat kulit siwalan dan cara pembuatan asap cair. Dalam hal ini, tim mendatangkan pemateri dari Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan, Kartono, S.TP., yang berpengalaman dalam usaha produksi asap cair. Kemudian Karang Taruna diajak praktik dan diberikan pelatihan pemasaran. Tahap kedua pelatihan desain dalam pengemasan, praktik mandiri Karang Taruna dan Pembentukan Kader.
Program berikutnya kunjungan industri bersama Karang Taruna untuk mengetahui industri pembuatan asap cair sekaligus menambah wawasan mereka. Keberlanjutan di akhir program adalah seminar produk asap cair yang telah diproduksi mandiri oleh Karang Taruna kepada masyarakat setempat dan nelayan untuk mencapai tujuan program, yakni adanya peluang usaha dan memberikan solusi pengganti formalin sebagai pengawet ikan secara alami