Semua manusia pasti pernah bermimpi akan menjalani hidup bak negeri dongeng, dengan harta yang berkelimpangan, pangeran tampan, satria berkuda, juga akhir yang bahagia.
Pernahkah kita sadari bahwa nyatanya hidup yang kita miliki tak hanya milikmu sendiri?
Pernahkah kita melihat akan kehidupan orang sekitar?
Langit sore hari yang berwarna oranye bercampur kuning terang, hembusan angin kencang menusuk tulang di bulan penghujan, suara lantang penjual makanan pinggiran. Sadarkah kau bahwa mereka bagian dari kehidupanmu? Ah aku tau bahwa kau tak memperhatikan nya.
Bangun dengan tergesa-gesa karena takut melewatkan sarapan, lalu sambil berlari menuju hutan beton tengah kota untuk melihat berkas menumpuk dimeja. Bukankah tak ada lagi ruang waktu mu untuk melirik tetanggamu?
Dari matahari belum nampak, hingga matahari mulai tenggelam kita hanya sibuk berkutat pada layar digital. Bahkan jika ketika kau sakit, layar itu tak menemanimu pergi menemui peracik obat. Kau melupakan kawananmu hanya demi mengejar egomu, dengan alasan "ini juga demi masa depanku".
Masa depan mana yang kau korbankan? Demi kata masa depan, kadang kita lupa bahwa waktu tak akan dapat berputar.
Melihat sekitar bukan berarti kau harus berhenti mengejar cita-citamu, namun nikmatilah alam ini sebagai bekal menuju masa depan yang sesungguhnya. Bukankah hiruk pikuk ibu kota sudah cukup kau jadikan alasan untuk lupa akan kesengsaraan masyarakat pinggiran?
Ketika tidurmu hangat dengan selimut yang tebal, ingatlah akan rumah tanpa jendela yang bahkan kadang bermalam digerobak.
Ketika kau mampu menjual perhiasan, ingatlah bahwa diluar sana ada yang sampai menjual tubuhnya.
Ketika kau malas bekerja, ingatlah bahwa orang lain bersusah payah untuk mendapatkan pekerjaanmu.