Unit Kegitan Mahasiswa (UKM) kampus yang merupakan lembaga kemahasiswaan tempat bergabungnya para mahasiswa yang memiliki kesamaan minat, kegemaran, kreativitas, dan orientasi aktivitas penyaluran kegiatan ekstrakulikuler di dalam kampus.
Biasanya bidang yang paling banyak dijadikan UKM adalah di bidang pendidikan, lingkungan, kesenian, kewirausahaan, dan sebagainya. Sangat jarang terjadi UKM yang mengakomodir para mahasiswa pegiat sepeda.
Dalam kesempatan topik pilihan kali ini bertajuk ukm kampus , saya akan berbagi cerita salah satu Komunitas Pesepeda berbasis kampus di Bandung, bernama Kelompok Pengendara Sepeda (KPS) Universitas Jendral Achmad Yani (UNJANI). Sebuah wadah tempat bernaung dengan ragam kegiatan para pegiat sepeda mahasiswa UNJANI Kota Bandung dan Kota Cimahi. Bisa jadi, merupakan komunitas pesepeda berbasis kampus pertama di Bandung.
Sekitar tahun 1995, dimana bersepeda masih menjadi minoritas tapi sesuatu hal yang terlihat keren, sekelompok mahasiswa Tehnik Mesin UNJANI angkatan 89 yang selalu berdandan gaya ala cowboy sambil bersepeda. Tempat berkumpulnya di bawah pohon yang berada di halaman sekitar kampus, dari situ terbentuklah KPS Unjani
Di dalamnya banyak teman pesepeda yang saya kenal baik sejak tahun 2011. Salah satunya adalah Ade Dewantor Katim , yang akrab disapa Bang Ade (BA), seorang pionir, founder, senior, dan ketua pertama komunitas pesepeda tersebut. Kini beliau menjadi salah seorang Dewan Kehormatan KPS Unjani. Dalam kaitan tulisan ini, beliau saya jadikan sebagai nara sumbernya.
Mengapa saya mengangkat komunitas pesepeda tersebut? Karena KPS Unjani yang awalnya hanya sebuah komunitas , seiring perjalanan waktu berkembang menjadi UKM di kampusnya. Mungkin ini merupakan UKM Kampus pertama yang berbasis aktivitas pesepeda dan bersepeda.
Perjalanan Menjadi UKM Kampus
Setelah terbentuk, aktivitasnya cukup menarik perhatian banyak orang khususnya seputar kampus. Berawal dari kegiatan majalah dinding (mading) yang memajang cerita kegiatan Jambore pertama KPS Unjani tahun 1995, mereka mendapat hibah sebuah ruangan kecil berukuran 2x15 bekas sekretariatan perguruan pencak silat yang tengah mengalami kevakuman.
Mereka lalu memperbaiki dan memoles sedikit ruangan tersebut, dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi ruangan yang nyaman dan hidup sebagai tempat berkumpul, membahas kegiatan, menyampaikan ide dan sebagainya, salah satunya dengan membuat kedai kopi dan musik atau cafe kecil-kecilan.