SAMPAI saat ini pandemi covid-19 belum berhenti menghantui negeri ini, masyarakat resah hingga pasrah bahkan mungkin nyaris putus asa antara diam terpaku dan tuntutan keberlangsungan kehidupan, apalagi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) kembali diperpanjang.
Parahnya, dalam kepasrahan tersebut masyarakat dihadapkan pada dinamika yang terjadi dengan adanya pro kontra berbagai lapisan baik yang percaya maupun yang tidak percaya, peduli atau tidak peduli, apdet jumlah kasus positif dan meninggal masih tinggi, penanganan yang dinilai kurang bagus, oknum yang memanfaatkan situasi, korupsi bantuan dan sebagainya.
Demikian pula di publik pesepeda yang merupakan salah satu sektor kehidupan yang terdampak oleh tragedi pandemi ini mengalami dinamika yang sama dari mulai pro kontra antar pesepeda, terhenti atau tertundanya kegiatan atau event bersepeda, ada yang abai, ada yang patuh, euforia masyarakat bersepeda, hingga masifnya sorotan tajam masyarakat terhadap aktivitas bersepeda dan pesepeda.
Seperti halnya masyarakat lain, sebagian pesepeda berupaya tetap patuh terhadap imbauan-imbauan, sebagian lagi bersikap acuh tak acuh seolah tak peduli dengan apa yang terjadi , padahal berbagai media, pegiat sepeda yang peduli, para praktisi, dan pakar kesehatan tak kenal lelah mengajak kepada semua pegiat sepeda untuk mengikuti anjuran-anjuran dalam rangka terhindar dari penularan virus corona, meski pada akhirnya semua diserahkan kepada masing-masing pesepeda dalam menyikapinya.
Bersepeda Mandiri adalah Pilihan Bijak
Meski saya menjadi salah satu pegiat sepeda yang pernah jadi penyintas covid-19, saya masih berupaya untuk tetap mematuhi berbagai anjuran tentang bersepeda di tengah pandemi, seperti bersepeda mandiri, menerapkan protokol kesehatan dan keselamatan bersepeda, serta bersepeda ke jalur -- jalur atau tempat-tempat sepi dan menghindari kerumunan atau keramaian.
Bersepeda sendiri di tengah pandemi memang pilihan bijak yang saya dan sebagian pesepeda lainya lakukan, apalagi bersepeda sendirian sudah lama saya lakukan sejak 4 tahun lalu sepeda saya tidak lagi digunakan untuk hobi atau rekreasi tapi sebagai moda transportasi ke mana saja terutama rutinitas seminggu sekali bersepeda pulang pergi dari Sukagalih, Kota Bandung ke Katapang, Kabupaten Bandung yang berjarak kurang lebih 23 Kilometer.
Selama PPKM saya memang lebih banyak melalui hari-hari dengan berdiam diri di rumah sambil membantu menjaga toko pemilik rumah dan menulis. Pergerakan bersepeda nyaris tidak ada sama sekali selain yang rutin seminggu sekali itu pun terkadang dilakukan jadi dua minggu sekali tergantung suasana hati, situasi dan kondisi.
Saat bersepeda, meski kesulitan karena berada di kota yang ramai dan padat saya berupaya mencari jalur-jalur yang relatif sepi atau menuju tempat-tempat yang nuansa pedesaannya masih kental, lahan hijaunya masih tersisa luas, atau tidak terlalu ramai oleh hilir mudik orang-orang.