Isu-isu politik di media siber yang semakin memanas di akhir-akhir ini membuat kita sebagai warganet perlu lebih selektif lagi dalam menyaring informasi yang diterima. Media sosial sebagai salah satu produk media siber, adalah wadah yang cukup bebas untuk menyatakan pendapat dan berbagi informasi. Kebebasan memungkinkan masuknya segala informasi yang bahkan belum kita ketahui validitas data yang kita terima.
Terlebih ketika kita memasuki tahun-tahun politik saat ini, banyak postingan-postingan yang di tujukkan untuk dua pasangan calon, baik itu meninggi-ninggikan paslon yang di dukungnya bahkan ada juga yang menjatuhkan paslon yang lain.
Postingan-postingan itu bisa berupa tulisan-tulisan, meme dan animasi di internet ataupun juga di media sosial seperti facebook dan instagram. Informasi yang ada dalam postingan itu dengan cepat menyebar hanya dalam hitungan menit untuk dapat sampai ke publik tanpa mengenal tingkatan sosial dan pendidikan.
Apalagi ketika informasi itu menyinggung masalah yang sensitif seperti masalah politik antara dua kubu yang sedang berlaga dalam pemilu mendatang. Dengan cepat informasi itu akan menjadi viral dan menjadi perbincangan hangat antara netizen.
Netizen pun terbelah menjadi dua kubu, sebagaimana yang biasa kita lihat hubungan antara dua kubu itu sangat tidak mengenakkan. Padahal banyak juga informasi yang terdapat dalam postingan itu tidak jelas sumbernya, tetapi sering juga masyarakat bersikap reaktif. Sehingga terjadilah hal yang tidak kita inginkan, satu pihak menghujat pihak lain yang tidak terima dengan argumennya.
Bukan suatu kemustahilan jika kita tidak bijak menghadapinya hanya karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki, maka kita akan tergiring untuk mengeluarkan sentiment-sentimen yang mengandung unsur sara, bully, dll.
Kecerdasan emosional dan pengetahuan yang kurang, membuat kita tidak bijak dengan informasi yang ada dan membuat kita mudah mempercayai informasi yang belum tentu benar adanya. Terkadang seseorang sangat mudah terpancing dengan komentar yang memojokkan ataupun yang tidak sesuai dengan apa yang diketahuinya dan diinginkannya.
Dia akan membalas komentar itu dengan dasar emosi yang menjadi-jadi untuk memenangkan apa yang dia utarakan. Padahal sering terjadi, seseorang yang ikut berkomentar itu hanya ikut-ikutan saja, dia berbicara bukan atas dasar data yang valid, akan tetapi hanya sedikit pengetahuan yang dia miliki atau bahkan dia tidak terlalu paham akan itu.
Karena arus informasi sekarang yang tidak bisa dibendung lagi, kita lah sebagai netizen untuk lebih pintar lagi dalam menghadapi informasi yang diterima. Secara tidak langsung kita dituntut untuk lebih cerdas dengan mencari kebenaran sebelum berkomentar.
Menambah kecerdasan dengan sering-sering membaca berita yang valid dan jangan terlalu mudah mempercayai informasi yang berbau provokatif. Karena informasi-informasi yang miring tersebut kebanyakan hanyalah informasi tanpa data yang benar atau bisa dikatakan hoax. Agar hal-hal yang tidak kita inginkan, yang dapat merusak rasa persatuan itu tidak terjadi maka sebagai masyarakat Indonesia, sebagai netizen yang baik kita harus lebih cerdas dan selektif lagi dalam memilah informasi. (ak47)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H