Aktivitas berpikir seyogianya merupakan aktivitas yang hanya bisa dilakukan manusia. Setiap saat manusia berpikir. Inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Akan tetapi, masih banyak orang yang belum mengetahui tentang filosofi dari aktivitas berpikir yang memang secara formal dilakukan seperti aktivitas berpikir dalam dunia pendidikan.
Aktivitas berpikir dalam pengertian ini dimulai dari Thales yang mempertanyakan segala sesuatu tentang dunia. Dari mana dunia ini? dari mana segala sesuatu berasal? Serta serentetan pertanyaan yang bergema dalam pikirang Thales. Sejarah tentang berpikir pun dimulai. Setelah Thales ada banyak filsuf setelahnya yang menyumbangkan ide terhadap pertanyaan filosofis di atas. Artinya bahwa Thales yang mulai mengemukakan pendapatnya tentang asal-muasal dunia ini.
Thales yang memulai aktivitas berpikir itu sendiri. Setidaknya aktivitas berpikir yang dibuat dalam bentuk tulisan ini dimulai dari Thales. Kemudian setelahnya ada banyak filsuf yang bermunculan pada zaman Yunani kuno seperti Anaximenes, Anaximandros, Heraklitos, Pitagoras dan lain-lain. Aktivitas berpikir ini kemudian dilanjutkan pada zaman Sokrates, Plato Aristoteles dengan pemikirannya masing-masing. Sokrates mengajak diskusi orang-orang pada zamannya di tempat-temapat umum, sementara Plato dan Aristoteles mendirikan akademi untuk mendiskusikan banyak hal. Persisnya pendidikan secara formal mendapat legitimasi pada zaman Plato dan Aristoteles walaupun tidak ada pembagian yang jelas antar bidang yang didiskusikan. Setelah itu, pada masa Helenis dan Romawi muncul aliran Stoisisme oleh Zeno, Epikuros, aliran Skeptisisme oleh Pyrrho, dan Eklektisisme oleh Cicero.
Pada masa patristik juga ada banyak pemikir yang mulai bermunculan. Sebut saja Yustinus martir, Gregorius dari Nazianze, Dionisius Areopagita dari Areopagos, Agustinus dan beberapa pemikir lainnya.
Pada awal abad 9 di bawah pemerintah kaisar Karel agung, Eropa mendapat stabilitas politik yang cukup besar dan kehidupan kultural dapat berkembang lagi. Karel agung mengundang banyak sarjana ke istana misalnya Rahib Benediktin yang bernama Alcuinus. Suatu kejadian yang penting pada waktu itu adalah pendidikan mulai diselenggarakan.
Di mana-mana sekolah didirikan. Ada sekolah yang digabung dengan biara, sekolah yang ditanggung keuskupan atau raja. Nama skolastik menunjuk kepada kalangan sekolah-sekolah itu. Saya kira di sinilah, pendidikan sekolah mendapat legitimasi yang resmi saat itu. Cara mengajarnya pun unik yakni ada dua yaitu pelajaran yang diberikan oleh mahaguru (lectio) dan dilain pihak terdapat diskusi di bawah pimpinan mahaguru di mana salah satu pokok bahasan dibahas secara sistematis. Pada abad 12 mulai ditulis beberapa buku pegangan yang secara sistematis membahas beberapa topik penting.
Pada tahun 1200, semua sekolah di Paris mulai memutuskan untuk bersama-sama membentuk sekolah yang dinamakan universitas Magistrorum et Scolarium. Di dalamnya ada empat fakultas yakni sastra, kedokteran, hukum, dan teologi. Tidak lama sesudah pendirian universitas ini, muncullah universitas di tempat lain misalnya di Oxford, Bologna, Cambrigne dan banyak kota lain. Saat itulah dimulai pendidikan yang memang secara resmi disebut universitas.
Poin yang bisa diambil dari hal ini adalah para peletak dasar pendidikan ini telah berusaha membuat suatu intitusi pendidikan formal demi perkembangan pengetahuan manusia. Akan tetapi saat ini, orang-orang mulai lesu dan putus asa untuk menjadi orang yang berpendidikan. Orang tidak semangat untuk belajar terus-menerus. Para pendidikpun bersikap demikian. Untuk itu, sebaiknya kita kembali pada semangat awal para perintis ini agar pendidikan di dunia semakin diperkaya dan berkembang dari dekade ke dekade. Pendidikan ini penting karena pendidikan membentuk watak dan kepribadian, Sosialisasi, Integrasi sosial, Penempatan sosial, dan Inovasi sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H