Lihat ke Halaman Asli

Kara Cinta

Penulis

Sang Dewi dan Lembut Lembayung

Diperbarui: 24 Maret 2023   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

taken by me in Bali, 2021

Kabar baik dari penjuru timur,

Sang Dewi t’lah diselamatkan dari keruh cokelat Ciliwung oleh Pak Semar—satu-satunya penjual ciu cangkol di antara semerbak toko parfum Jalan Raya Condet—yang akhirnya terjaga dari perenungan siang bolong mikirin nasib pancingan malangnya, oh sungguh nahas sejak kemunculan sang surya hingga terik cuma kecantol sendal lusuh gondal-gandul. 

Bersamaan dengan Kang Cepot yang tanpa sepengetahuan Keluarga Punakawan sedang terseok meratap di bawah deras Kawasan Bogor sana, Si Bungsu Bagong bersorak-sorai kegirangan mendengar bunyi byurrr mendebur, salah paham dipikirnya Sang Dewi yang terguling-guling tercebur itu ingin ikut berenang-renang di antara gunungan sampah gelas pop ice dan tas spunbond berlogo berbagai fast food brands.

Terheran-heran melihat mbarep e Prabu Kresna tumbenan tenan turun Kahyangan, Gareng dan Petruk pun ikut bangkit dari posisi penak mereka geloyoran beralaskan tikar catur pinggir kali, cengengesan curi-curi kesempatan cipika-cipiki dengan Sang Dewi yang bolong pipinya semakin ceruk kecucuk hidung Petruk yang saking bangirnya terkadang ditanya apakah ada darah Arab, bual-bualan gombal yang tanpa gagal membuat Si Middle Child tersipu terlena basa-basi penjual buku voucher yang berkeliaran mencari mangsa di Grand Indonesia.

“Pulang lewat mana, mbae?” tanya Gareng siapa tahu bisa nebeng.

“Mendaki gunung lewati lembah, mengarungi sungai mengalir indah ke samudera,” tutur Sang Dewi, dalam batinnya yang buta arah tak tahu ngalor apalagi ngidul mengingat-ingat tembang yang sering didendangkan Ninja Hattori, tetangga sebelah barat daya sedari masa kecilnya yang ngefans banget sama Dewa19.

“Uwaduuu, adohe ra jamak rek! Wallahi, percayalah padaku, Dewi Cinta terduga titisan Sinta, daripada waktu berhargamu terlalu banyak tersita, mendingan kamu lurus terus lewat depan GIS, sekalian tolong titip salam rinduku untuk Miss Muthi dan Miss Nining.”

“Idih, males kena macetnya itu lho, bro. Banyak brondong bercelana cerah biru muda lari melompat-lompat dikejar anak TK yang kecil meloncat,” nyinyir Sang Dewi, perhatiannya was-was memantau shareloc wasaf takut kebablasan. “Eh, kendaraanku udah deket nih.”

Baru saja Gareng hendak bertanya apakah sosok supir Sang Dewi seghaib para jin kontraktor candi, ia berjengit terkaget-kaget terhuyung, eh, dhoyong ketika jeder guntur menyambar menyala geni persis 1,27 meter di atas konde kuyup Bagong. Rupanya itulah jemputan keramat namun kasatmata Sang Dewi.

See you later, alligator!” pekik keminggris Sang Dewi saat kepalanya sudah aman terbalut helm SNI motif mega mendung, membuat Bagong yang masih mengapung gaya punggung keringat dingin bergegas kecipak-kecipuk melipir dengan cemas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline