Ironi memang jika Indonesia mengklaim sebagai negara agraris, memiliki segala sumber daya alam yang tidak dimiliki negara lain, tapi kesejahteraan petani selaku pelaku langsung dilupakan dan tidak diperhatikan.
Para petani yang tak henti bekerja di bawah teriknya mentari, demi mencari sebuah penghidupan dirinya dan menghidupi jutaan manusia, namun yang didapat rupanya tidak sebanding dari kinerja yang sudah diberikan kepada kita.
Tepat tanggal 24 September 2018, kita peringati sebagai Hari Tani Nasional. Penetapan Hari tani didasarkan pada hari kelahiran Undang-Undang No. 5 Tahun tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau dikenal dengan UUPA.
Alasan UUPA menjadi hari pertanian adalah karena salah satu isi UUPA mengatur tentang ketetapan hukum bagi pelaksanaan redistribusi tanah pertanian (reforma agraria). Demi adanya dasar keadilan bagi petani untuk mengusasi sumber agraria dan terciptanya kedaulatan dan kesejahteraan bagi petani.
Menengok beberapa tahun ke belakang, memang catatan memberikan fakta bahwa kesejahteraan petani menurun. Hal itu bisa di lihat dari indkator yang disebut Nilai Tukar Petani (NTP).
Sebagai informasi, NTP merupakan indikator untuk melihat kemampuan daya beli petani di pedesaan. Dari NTP dapat pula diketahui daya tukar (terms of trade) produk pertanian dengan barang jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
"NTP 2014 dibanding NTP 2015 dibandingkan 2016 dan terus dibandingkan NTP 2017 terus mengalami penurunan. Artinya petani semakin lama semakin menderita," ungkap Prof. Dr. Ir. Andreas Dwi Santosa, MS, selaku pengamat pertanian di Indonesia.
Data BPS mencatat terjadi kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), pada per Agustus 2018 sebesar 102,56 atau naik 0,89% dari NTP Juli 2018 sebesar 101,66. Kenaikan tersebut disebabkan hasil produksi pertanian mengalamai kenaikan. Sementara indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan.
Kesimpulannya, semakin tinggi NTP secara relatif semaki kuat tingkat kemampuan atau daya beli petani, "Hampir seluruh subsektor mengalami penurunan, kecuali tanaman perkebunan rakyat," kata Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (03/09/2018).
Sudah sewajarnya kesejahteraan petani menjadi sebuah hal yang mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Karena dampak yang dirasakan bukan hanya sebagian kecil orang, tapi akan meluas keseluruh penjuru negeri.
Termasuk adik-adik panti asuhan, yang sehari-hari pun kadang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Akan menambah beban hidup mereka jika sampai harus mengimpor bahan pangan dari luar ketika bahan pangan sulit kita dapatkan di negeri sendiri. Karena pastinya harga akan lebih tinggi dari biasanya.