MENELISIK SINODALITAS DALAM FRATERNITAS KAPUSIN
Pendahuluan
Sinode Para Uskup Gereja Katolik [1] yang sedang berlangsung sangat menarik dan aktual bagi perjalanan Gereja dewasa ini. Lewat sinode itu, Gereja universal diajak untuk berefleksi bersama. Refleksi dibuat untuk melihat dan mengevaluasi perjalanan Gereja. Sinode ini tidak hanya di kalangan para uskup, tetapi melibatkan seluruh umat, dengan memberikan perhatian kepada mereka yang terpinggirkan dan selama ini suara mereka kurang didengarkan oleh Gereja.[2] Untuk itu, sebagai sebuah lembaga hidup bakti, Ordo Kapusin[3] ikut ambil bagian dalam Sinode Para Uskup. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menyajikan bersinodaliatas dalam Fraternitas Kapusin dan usaha implementasi karisma Kapusin secara kontekstual.
Pengertian, Dasar, dan Tujuan Sinode
Pengertian
Dalam bahasa Yunani, kata sinode berakar dari kata depan syn (dengan) dan kata benda hodos (jalan). Kata sinode menunjukkan jalan yang dilalui oleh umat Allah secara bersama-sama. Dalam pengertian gerejani, sinode mengungkapkan bagaimana para murid Yesus dipanggil bersama sebagai majelis atau komunitas. Santo Yohanes Krisostomus menulis bahwa Gereja adalah "nama berdiri untuk 'berjalan bersama' (synodos)". Artinya, Gereja merupakan majelis untuk mengucap syukur, sebuah realitas yang harmonis yang menyatukan segala sesuatu, di sana ada relasi timbal-balik dan teratur, dan mereka bertemu dalam pikiran yang sama.[4]
Dalam Bahasa Latin, kata synodos diterjemahkan concilium. Pada abad pertama, kedua kata itu memiliki makna yang menyatu. Concilium dimengerti sebagai pertemuan atau sidang yang diadakan oleh otoritas yang sah. Dalam Gereja Katolik, kata sinode dan konsili memiliki makna yang berbeda, khususnya pasca Konsili Vatikan II. Akhir-akhir ini, kata sinodalitas menjadi sebuah korelasi dari kata sifat sinode. Artinya, berbicara tentang sinodalitas berarti berbicara tentang dimensi konstitutif Gereja.[5] Dengan demikian, sinode merupakan umat Allah yang berjalan bersama-sama dan berkumpul dalam pertemuan, yang dipanggil dalam terang Sabda Tuhan dan mendengarkan Roh Kudus, untuk membahas pertanyaan doktrinal, liturgis, kanonik, dan pastoral yang muncul seiring berjalannya waktu. Dalam sinode, umat saling mendengarkan, berdialog, dan melakukan discerment bersama atas perjalanan Gereja. Sinode menjadi corak khas hidup dan perutusan Gereja.[6]
Dasar
Dalam Perjanjian Lama, praktik sinode telah dilakukan oleh bangsa Israel dengan berkumpul di sekitar Allah mereka untuk menyembah-Nya dan hidup menurut hukum-Nya (Ulangan 5:1-12). Di padang gurun, Allah memerintahkan suku-suku Israel untuk mengadakan sensus dan memberikan masing-masing tempatnya (Bil 1-2). Di pusat perkumpulan, Tuhan adalah satu-satunya pembimbing dan gembala, yang hadir dalam pelayanan Musa (Bil 12:15-16).[7]
Dasar sinode adalah kesatuan Allah Tritunggal. Umat dipanggil untuk ambil bagian dalam kehidupan persekutuan Allah Tritunggal. Tuhan adalah persekutuan cinta yang mau memberikan rahmat dan belaskasih-Nya untuk merangkul semua umat manusia dalam kesatuan. Karena itu, sinodalitas mengungkapkan modus vivendi et operandi (cara hidup dan berkarya) umat Allah. Dasar sinode merujuk pada Kristus yang menampilkan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh 14:6). Karena itu, para pengikut-Nya disebut pengikut Jalan (Kis 9:2; 19:9). Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus mengajarkan "jalan Allah" dan Dia sendiri adalah Jalan itu. Dalam Roh Kudus, Kristus berbagi kebenaran dan kasih persekutuan dengan Allah dan manusia. Bersekutu berarti berjalan bersama sebagai umat Allah.[8]
Peristiwa sinode juga sudah dimulai umat perdana sejak Konsili Yerusalem. Lewat konsili itu, para rasul dan para penatua sebagai pemegang otoritas, bertemu untuk membahas persoalan tentang sunat. Gereja di Yerusalem dihormati sebagai lambang kesatuan Gereja Universal, karena peristiwa hidup Yesus (hidup, derita, wafat, dan bangkit) terjadi di Yerusalem. Setiap orang berperan aktif dengan caranya masing-masing. Dalam terang Roh Kudus, keputusan akhir jemaat menyepakati bahwa sunat tidak menjadi kewajiban bagi pengikut Yesus.[9]