Lihat ke Halaman Asli

Nofrendi Sihaloho

Mahasiswa Program Magister Filsafat di Fakultas Filsafat UNIKA Santo Thomas, Sumatera Utara

Malim dalam Kosmologi Tradisional Batak Toba: Sebuah Perbandingan antara Paham Imam dalam Suku Batak Toba dan Gereja Katolik

Diperbarui: 5 Februari 2024   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

MALIM DALAM KOSMOLOGI TRADISIONAL

BATAK TOBA

Pengantar 

Batak Toba adalah salah satu suku di Indonesia. Di Tanah Batak ada sebuah agama yang dikenal dengan agama Malim.  Agama ini memiliki konsep tentang kosmologi. Konsepsi tentang kosmologi dapat dilihat dari pandangan mereka tentang alam ciptaan dan bagaimana awal mula manusia.

Dalam Batak Toba tradisional, dikenal sebutan malim sebagai petugas atau spesialis dalam memberikan pertolongan untuk dunia supernatural. Dalam tulisan ini, dibahas kaitan antara spesialis (malim) itu dengan paham tentang kosmos tradisional yang ada dalam budaya Batak Toba. Tentu kepercayaan yang dimaksudkan ini berbeda dengan agama-agama besar yang dikenal pada zaman sekarang. Kepercayaan parmalim bersumber dari mitologi Batak Toba. Mitologi itu diteruskan secara turun-temurun. Karena itu, kepercayaan ini berdasar pada mite suku Batak Toba.

Selain itu, tulisan ini membahas apakah ada tindakan yang mirip antara spesialis Toba dengan apa yang dilakukan spesialis (imam) dalam Gereja Katolik. Hal ini diketahui paling tidak dengan menelaah letak persamaannya dan letak perbedaannya.

Agama Malim

Penciptaan dalam Batak Toba

Terdapat tiga bagian dalam semesta menurut pandangan Toba tradisional. Banua ginjang (dunia atas), banua tonga (dunia tengah), dan banua toru (dunia bawah). Ketiga banua itu diciptakan oleh Debata Mulajadi Nabolon. Proses penciptaan banua ginjang tidak ada yang tahu. Sementara itu, banua tonga serta banua toru diciptakan sesudah banua ginjang ada. 

Selain itu, ada tiga dewa yang diciptakan oleh Mulajadi Nabolon, yaitu Bataraguru (bertugas sebagai pemberi keadilan dan pengetahuan), Sorisohaliapan (sumber kesucian hamalimon = imamat dan kebenaran), dan Balabulan (sumber kekuatan dan kesaktian).[1]

Di banua ginjang, Debata Mulajadi Nabolon menyuruh Deakparujar untuk menikah dengan Raja Odap-odap. Akan tetapi, Deakparujar menolak. Lalu, Deakparujar ditempatkan di bumi yang telah diciptakan oleh Debata. Raja Odap-odap pun turun ke bumi untuk menemui Deakparujar. Akhirnya, mereka kawin dan lahirlah bayi kembar. Anak laki-laki bernama Raja Ihat Manisia dan yang perempuan bernama Boru Ihat Manisia. Dari merekalah asal usul manusia.[2]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline