selepas reformasi politik adu domba serta isu-isu primordialisme selalu menjadi cara pertama yang dilakukan para calon pilkada lokal, termasuk kasus pengusiran warga sampang pemeluk syiah.
kebanyakan para politikus oportunis ini tidak siap dengan membuat sistem untuk membenahi isu kesehatan, pendidikan, transportasi, ketahanan pangan serta masalah-masalah daerah dimana mereka ikut pilkada.
selain fenomena jokowi ahok pilkada DKI, saya tidak melihat terlalu jelas visi program para calon pilkada di daerah lain. mereka(para calon pilkada) terlalu memainkan isu primordialisme sehingga mengakibatkan perpecahan antar masyarakat di dalam daerah pemilihan ayang akan mereka ikuti.
tentunya hal ini merupakan kerugian modal sosial dan ongkos politik yang mahal. ujungnya adalah para pemenang menjadi pemburu rente, raja kecil maupun penggadai tulen tuk mengembalikan ongkos politik. belum lagi modal sosial yang tercabik-cabik akan membuat program pemda yg tak jelas visinya itu mandek.
hal inilah yang terjadi, begitu juga dengan pengusiran warga syiah sampang dimana merupakan upaya memenangkan hati para ulama madura yang mempunyai basis massa untuk menambah pundi suara salah satu calon. pengusiran warga syiah sampang dari tempat tinggalnya adalah hal yang tidak dibenarkan, suka atau tidak negara ini harus melindungi segenap warganya dari tindakan kekerasan, menjamin hak warganya.
kekerasan yang memecah belah masyarakat hanya demi meraup suara pilkada akan membuat negeri ini terpecah belah. sepanjang negara melakukan pembiaran dengan tidak menindak tegas tindakan kekerasan berbalut pilkada, maka selama itu pula kekerasan atas nama kelompok akan terus muncul dan berulang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H