Lihat ke Halaman Asli

Dialog dan Mimpi Perdamaian : Belajar Dari ”Jalan Sutra Baru” Dialog Kreatif Islam Buddha

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13844705831209234162

"Kegagalan pemerintah Indonesia dalam mengambil sikap dan melindungi kaum minoritas dari intimidasi dan kekerasan, tentu saja, merupakan olok-olok terhadap klaim bahwa Indonesia adalah negara demokratis yang melindungi hak asasi manusia. Kepemimpinan nasional sangat esensial. Presiden Yudhoyono perlu berkeras bahwa hukum harus ditegakkan, harus mengumumkan bahwa setiap pelaku kekerasan akan diadili, serta menjelaskan strategi untuk memerangi kekerasan atas nama agama."(Brad Adams,Direktur Human Rights Watch Asia)

Dr. Toynbee, Sejarahwan asal Inggris yang sangat terkenal menganggap negeri ini sebagai sebuah model,negeri dimana toleransi beragama sangat dihargai sehingga diharapkan dapat membawa kebaikan bagi seluruh dunia." Indonesia menganut suatu falsafah yang membanggakan,yaitu hidup bersama dengan penuh damai dan harmonis di bawah bendera kesatuan dalam keanekaragaman atau bhineka tunggal ika". Hari ini, membaca informasi tentang kasus kekerasan atas nama agama yang kuantitasnya semakin meningkat saja di negeri kita,sudah seharusnya membuat kita miris. Catatan dari Human Rights Watch diatas kiranya cukup untuk membuat kita sadar bahwa  negeri ini kiranya perlu belajar [lagi] untuk bisa kembali hidup damai dan harmonis.

Buku Jalan Sutra Baru : Dialog Kreatif Islam Buddha ditulis oleh Daisaku Ikeda,pemimpin Spritual Soka Gakkai International dan Majid Tehranian seorang muslim sufi dari Iran/Persia, guru besar Komunikasi Internasional di Universitas Hawaii. Buku ini memilik "semangat" yang sama dengan buku yang ditulis oleh Daisaku Ikeda bersama Gusdur, Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian. Format yang digunakan pun mirip,yaitu ditulis dalam bentuk dialog antar kedua tokoh. Dialog sejatinya adalah jalan yang diyakini oleh kedua penulis sebagai sebuah sarana mewujudkan perdamaian dunia. Dialog adalah harapan terbaik dan meyakinkan untuk menghidupkan dan memajukan peradaban. Dialog yang dilakukan penuh dengan hormat diiringi kesadaran penuh akan perbedaaan perbedaan yang ada,akan menanamkan penghargaan terhadap prinsip prinsip dan tujuan kita bersama. Melakukan dialog berarti bersedia untuk memahami orang lain. Menurut Majid Tehranian dalam pengantar buku ini,dialog antara Dunia Islam dan Buddha sejatinya telah berlangsung sejak lama, salah satu jejaknya muncul pada patung patung raksasa Budhha di dataran  Bamiyan,Afghanistan.Pada 2001 patung patung tersebut dihancurkan oleh Taliban. Jalur sutra sebagai sebuah jalur perdagangan di zaman lampau juga menjadi penanda berlangsungnya hubungan tersebut. "Jika kita meneliti sejarah panjang ras manusia,kita menyaksikan bahwa ketika peradaban peradaban yang berbeda itu saling berhubungan satu sama lain dan memperdalam hubungan hubungan mereka,banyak kasus yang menunjukkan bahwa hal ini mengarah pada penciptaan nilai nilai baru dan penting." Membaca dialog kedua tokoh yang menyangkut berbagai macam persoalan kita diajak untuk belajar memahami dan menghargai perbedaan sebagai sebuah nilai yang lebih penting dibandingkan untuk mencari siapa yang paling benar. Bentuk dialog yang dipilih sebagai medium penyampai pesan pada dasarnya juga memberikan"kesempatan"kepada pembaca untuk berbeda." Jika pandangan pandangan kami menyampaikan kesan kebenaran kepada anda, tolong rekomendasikan buku ini untuk dibaca orang lain. Jika tidak,kami mengucapkan terima kasih sepenuh hati karena anda telah mendengarkan kami".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline